MAYAT-MAYAT:
Tergelatak di halaman depan kamar mayat di Port-au-Prince, dua hari setelah Haiti diguncang gempa berkekuatan 7,0 SR. Palang Merah Internasional, Jumat (15/1), mengatakan antara 40 ribu hingga 50 ribu orang telah tewas dalam bencana alam itu. Sebelumnya pemerintah Haiti memperkirakan korban jiwa bisa mencapai 100 ribu orang. (AP Photo/Ariana Cubillos) Port-au-Prince (SIB)
Situasi di Haiti pascagempa benar-benar mengenaskan. Hingga kini banyak warga Haiti yang belum memperoleh bantuan apapun. Lambannya bantuan membuat rakyat Haiti marah.
Saking marahnya, mereka memblokir jalan sebagai protes atas keterlambatan tersebut. Namun yang mengerikan, massa menggunakan mayat-mayat korban gempa untuk memblokir jalan!
Demikian penuturan saksi mata, Shaul Schwarz, fotografer untuk majalah TIME. Dia melihat setidaknya dua blokade jalan di pusat kota Port-au-Prince yang dibentuk dari tumpukan mayat-mayat korban dan batu-batu.
“Mereka mulai memblokir jalan-jalan dengan jenazah-jenazah,” kata Schwarz seperti dilansir harian News.com.au, Jumat (15/1).
“Keadaan kian memburuk di sini, orang-orang kesal karena tidak mendapatkan bantuan,” imbuhnya.
Aksi-aksi penjarahan di toko-toko juga mulai terjadi di Port-au-Prince, ibukota Haiti. Sekelompok pria bersenjatakan parang berkeliaran di Port-au-Prince untuk mengambil paksa barang-barang apapun yang bisa mereka bawa. Kekacauan terlihat di beberapa lokasi di ibukota.
Hampir tidak ada tanda-tanda keberadaan otoritas di ibukota. “Tak ada seorang pun yang berseragam, tidak ada yang memberikan perintah,” ujar reporter Fox News, Steve Harrigan.
Dikatakannya, sejauh ini operasi penyelamatan hanyalah “warga Haiti menolong warga Haiti”. Bantuan internasional belum sampai ke warga.
Ratusan ribu orang dikhawatirkan tewas akibat gempa berkekuatan 7 Skala Richter yang mengguncang Haiti. Ini merupakan gempa paling dahsyat di negara miskin itu dalam kurun waktu 200 tahun.
Penjarahan Marak di Haiti, Tak Satu Pun Polisi Terlihat
Haiti porak-poranda pascagempa berkekuatan 7 Skala Richter yang mengguncang negara miskin itu. Di tengah kehancuran itu, kekacauan pun timbul. Suara-suara tembakan kerap terdengar di Port-au-Prince, ibukota Haiti. Para penjarah pun beraksi.
Hingga kini banyak warga yang belum mendapat bantuan apapun. Tak heran, aksi penjarahan toko-toko pun marak terjadi.
Keadaan diperparah dengan ambruknya penjara utama di ibukota Haiti akibat gempa. Akibatnya, para tahanan pun melarikan diri.
Pada Kamis, 14 Januari waktu setempat, para pencuri menjarah sebuah supermarket yang rusak sebagian di daerah Delmas, Port-au-Prince. Barang-barang elektronik dan berkarung-karung beras dibawa pergi. Tak ada tanda-tanda keberadaan polisi di tempat-tempat publik.
“Semua polisi sedang sibuk menyelamatkan dan mengubur keluarga mereka sendiri,” kata seorang pemilik pabrik Manuel Deheusch. “Mereka tak punya waktu untuk berpatroli di jalan-jalan,” imbuhnya seperti dilansir AFP, Jumat (15/1).
Bahkan tak seorang personel penjaga perdamaian PBB yang terlihat melakukan patroli. “Sayangnya kami tak melihat personel penjaga perdamaian di jalan-jalan,” tutur Valmir Fachini, juru bicara badan amal Brasil, Viva Rio.
“Kami mendengar beberapa suara tembakan tanpa tahu darimana asalnya suara-suara itu. Penjarahan telah dimulai di supermarket-supermarket, yang ambruk sebagian,” imbuhnya.
“Yang terjadi adalah jika makanan tidak segera tiba, pada akhirnya orang-orang akan mulai menjarah rumah-rumah. Suara-suara tembakan itu konstan dan kami pikir itu berasal dari keluarga-keluarga yang berusaha melindungi diri mereka dari para penyerang,” tandas Fachini.
Maraknya penjarahan dikonfirmasikan oleh Palang Merah Internasional. Pejabat lokal Palang Merah Internasional mengingatkan, badan kemanusiaan itu tak akan bisa menyalurkan bantuan secara efektif jika aksi kriminal tersebut terus terjadi.
Lebih dari 3.500 tentara AS direncanakan tiba di Haiti akhir pekan ini. Mereka akan memperkuat sekitar 3.000 polisi dan personel penjaga perdamaian PBB yang telah dikerahkan untuk mengamankan bandara, pelabuhan dan gedung-gedung utama di Port-au-Prince.
RS Haiti Dipenuhi Ribuan Mayat Korban Gempa
Sedikitnya 1.500 mayat korban gempa tertumpuk di luar dan di dalam kamar jenazah Rumah Sakit Port-au-Prince, Haiti. Sejumlah mobil bak terbuka terus berdatangan untuk mengantarkan mayat korban gempa yang terjadi pada Rabu (13/1) lalu.
“Saya tidak bisa mengatakan berapa badan lagi akan dibawa ke sini,” ujar Direktur RS Guy LaRoche seperti dilansir oleh Reuters, Kamis (14/1).
Guy mengatakan hingga pukul 11.00 waktu setempat, pihak rumah sakit memperkirakan jumlah mayat telah mencapai 1.500 jenazah. Sementara itu, polisi terus datang membawa lebih banyak mayat dengan kendaraan yang bertumpuk mayat.
Palang Merah Haiti sebelumnya mengatakan jumlah korban tewas dari gempa berkuatan 7 skala ritcher itu bisa mencapai 45.000 hingga 50.000 korban jiwa. Selain itu lebih 3 juta orang terluka atau kehilangan tempat tinggal.
Di ibu kota Haiti, tubuh hancur bisa dilihat terkubur di bawah reruntuhan, tergeletak di sisi jalan, atau naik ke kendaraan.
Situasi di Haiti pascagempa benar-benar mengenaskan. Hingga kini banyak warga Haiti yang belum memperoleh bantuan apapun. Lambannya bantuan membuat rakyat Haiti marah.
Saking marahnya, mereka memblokir jalan sebagai protes atas keterlambatan tersebut. Namun yang mengerikan, massa menggunakan mayat-mayat korban gempa untuk memblokir jalan!
Demikian penuturan saksi mata, Shaul Schwarz, fotografer untuk majalah TIME. Dia melihat setidaknya dua blokade jalan di pusat kota Port-au-Prince yang dibentuk dari tumpukan mayat-mayat korban dan batu-batu.
“Mereka mulai memblokir jalan-jalan dengan jenazah-jenazah,” kata Schwarz seperti dilansir harian News.com.au, Jumat (15/1).
“Keadaan kian memburuk di sini, orang-orang kesal karena tidak mendapatkan bantuan,” imbuhnya.
Aksi-aksi penjarahan di toko-toko juga mulai terjadi di Port-au-Prince, ibukota Haiti. Sekelompok pria bersenjatakan parang berkeliaran di Port-au-Prince untuk mengambil paksa barang-barang apapun yang bisa mereka bawa. Kekacauan terlihat di beberapa lokasi di ibukota.
Hampir tidak ada tanda-tanda keberadaan otoritas di ibukota. “Tak ada seorang pun yang berseragam, tidak ada yang memberikan perintah,” ujar reporter Fox News, Steve Harrigan.
Dikatakannya, sejauh ini operasi penyelamatan hanyalah “warga Haiti menolong warga Haiti”. Bantuan internasional belum sampai ke warga.
Ratusan ribu orang dikhawatirkan tewas akibat gempa berkekuatan 7 Skala Richter yang mengguncang Haiti. Ini merupakan gempa paling dahsyat di negara miskin itu dalam kurun waktu 200 tahun.
Penjarahan Marak di Haiti, Tak Satu Pun Polisi Terlihat
Haiti porak-poranda pascagempa berkekuatan 7 Skala Richter yang mengguncang negara miskin itu. Di tengah kehancuran itu, kekacauan pun timbul. Suara-suara tembakan kerap terdengar di Port-au-Prince, ibukota Haiti. Para penjarah pun beraksi.
Hingga kini banyak warga yang belum mendapat bantuan apapun. Tak heran, aksi penjarahan toko-toko pun marak terjadi.
Keadaan diperparah dengan ambruknya penjara utama di ibukota Haiti akibat gempa. Akibatnya, para tahanan pun melarikan diri.
Pada Kamis, 14 Januari waktu setempat, para pencuri menjarah sebuah supermarket yang rusak sebagian di daerah Delmas, Port-au-Prince. Barang-barang elektronik dan berkarung-karung beras dibawa pergi. Tak ada tanda-tanda keberadaan polisi di tempat-tempat publik.
“Semua polisi sedang sibuk menyelamatkan dan mengubur keluarga mereka sendiri,” kata seorang pemilik pabrik Manuel Deheusch. “Mereka tak punya waktu untuk berpatroli di jalan-jalan,” imbuhnya seperti dilansir AFP, Jumat (15/1).
Bahkan tak seorang personel penjaga perdamaian PBB yang terlihat melakukan patroli. “Sayangnya kami tak melihat personel penjaga perdamaian di jalan-jalan,” tutur Valmir Fachini, juru bicara badan amal Brasil, Viva Rio.
“Kami mendengar beberapa suara tembakan tanpa tahu darimana asalnya suara-suara itu. Penjarahan telah dimulai di supermarket-supermarket, yang ambruk sebagian,” imbuhnya.
“Yang terjadi adalah jika makanan tidak segera tiba, pada akhirnya orang-orang akan mulai menjarah rumah-rumah. Suara-suara tembakan itu konstan dan kami pikir itu berasal dari keluarga-keluarga yang berusaha melindungi diri mereka dari para penyerang,” tandas Fachini.
Maraknya penjarahan dikonfirmasikan oleh Palang Merah Internasional. Pejabat lokal Palang Merah Internasional mengingatkan, badan kemanusiaan itu tak akan bisa menyalurkan bantuan secara efektif jika aksi kriminal tersebut terus terjadi.
Lebih dari 3.500 tentara AS direncanakan tiba di Haiti akhir pekan ini. Mereka akan memperkuat sekitar 3.000 polisi dan personel penjaga perdamaian PBB yang telah dikerahkan untuk mengamankan bandara, pelabuhan dan gedung-gedung utama di Port-au-Prince.
RS Haiti Dipenuhi Ribuan Mayat Korban Gempa
Sedikitnya 1.500 mayat korban gempa tertumpuk di luar dan di dalam kamar jenazah Rumah Sakit Port-au-Prince, Haiti. Sejumlah mobil bak terbuka terus berdatangan untuk mengantarkan mayat korban gempa yang terjadi pada Rabu (13/1) lalu.
“Saya tidak bisa mengatakan berapa badan lagi akan dibawa ke sini,” ujar Direktur RS Guy LaRoche seperti dilansir oleh Reuters, Kamis (14/1).
Guy mengatakan hingga pukul 11.00 waktu setempat, pihak rumah sakit memperkirakan jumlah mayat telah mencapai 1.500 jenazah. Sementara itu, polisi terus datang membawa lebih banyak mayat dengan kendaraan yang bertumpuk mayat.
Palang Merah Haiti sebelumnya mengatakan jumlah korban tewas dari gempa berkuatan 7 skala ritcher itu bisa mencapai 45.000 hingga 50.000 korban jiwa. Selain itu lebih 3 juta orang terluka atau kehilangan tempat tinggal.
Di ibu kota Haiti, tubuh hancur bisa dilihat terkubur di bawah reruntuhan, tergeletak di sisi jalan, atau naik ke kendaraan.
Mengerikan ya sahabat....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejak mu ...