Senin, 19 Desember 2011

Kisah Nyata: Ketika Raja Jogja terkena tilang di Pekalongan

Sahabat, Hari Ini 19 Desember Tidak Sengaja Membaca Link dari Sebuah Grup Kemenpora RI, ku baca dan Luar Biasa Kedua Orang Ini...
Membuat ku Smakin Tertegun...
Ini Cerita Dari sahabat ku itu:


Kisah Nyata: Ketika Sri Sultan HB IX terkena tilang di Pekalongan

Kota batik Pekalongan di pertengahan tahun 1960an menyambut fajar dengan kabut tipis , pukul setengah enam pagi polisi muda Royadin yang belum genap seminggu mendapatkan kenaikan pangkat dari agen polisi kepala menjadi brigadir polisi sudah berdiri di tepi posnya di kawasan Soko dengan gagahnya. Kudapan nasi megono khas pekalongan pagi itu menyegarkan tubuhnya yang gagah berbalut seragam polisi dengan pangkat brigadir.
Becak dan delman amat dominan masa itu , persimpangan Soko mulai riuh dengan bunyi kalung kuda yang terangguk angguk mengikuti ayunan cemeti sang kusir. Dari arah selatan dan membelok ke barat sebuah sedan hitam ber plat AB melaju dari arah yang berlawanan dengan arus becak dan delman . Brigadir Royadin memandang dari kejauhan ,sementara sedan hitam itu melaju perlahan menuju kearahnya. Dengan sigap ia menyeberang jalan ditepi posnya, ayunan tangan kedepan dengan posisi membentuk sudut Sembilan puluh derajat menghentikan laju sedan hitam itu. Sebuah sedan tahun lima puluhan yang amat jarang berlalu di jalanan pekalongan berhenti dihadapannya.
Saat mobil menepi , brigadir Royadin menghampiri sisi kanan pengemudi dan memberi hormat.
“Selamat pagi!” Brigadir Royadin memberi hormat dengan sikap sempurna . “Boleh ditunjukan rebuwes!” Ia meminta surat surat mobil berikut surat ijin mengemudi kepada lelaki di balik kaca , jaman itu surat mobil masih diistilahkan rebuwes.
Perlahan , pria berusia sekitar setengah abad menurunkan kaca samping secara penuh.
“Ada apa pak polisi ?” Tanya pria itu. Brigadir Royadin tersentak kaget , ia mengenali siapa pria itu . “Ya Allah…sinuwun!” kejutnya dalam hati . Gugup bukan main namun itu hanya berlangsung sedetik , naluri polisinya tetap menopang tubuh gagahnya dalam sikap sempurna.
“Bapak melangar verbodden , tidak boleh lewat sini, ini satu arah !” Ia memandangi pria itu yang tak lain adalah Sultan Jogja, Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Dirinya tak habis pikir , orang sebesar sultan HB IX mengendarai sendiri mobilnya dari jogja ke pekalongan yang jauhnya cukup lumayan., entah tujuannya kemana.
Setelah melihat rebuwes , Brigadir Royadin mempersilahkan Sri Sultan untuk mengecek tanda larangan verboden di ujung jalan , namun sultan menolak.
“ Ya ..saya salah , kamu benar , saya pasti salah !” Sinuwun turun dari sedannya dan menghampiri Brigadir Royadin yang tetap menggengam rebuwes tanpa tahu harus berbuat apa.
“ Jadi…?” Sinuwun bertanya , pertanyaan yang singkat namun sulit bagi brigadir Royadin menjawabnya .
“Em..emm ..bapak saya tilang , mohon maaf!” Brigadir Royadin heran , sinuwun tak kunjung menggunakan kekuasaannya untuk paling tidak bernegosiasi dengannya, jangankan begitu , mengenalkan dirinya sebagai pejabat Negara dan Rajapun beliau tidak melakukannya.
“Baik..brigadir , kamu buatkan surat itu , nanti saya ikuti aturannya, saya harus segera ke Tegal !” Sinuwun meminta brigadir Royadin untuk segera membuatkan surat tilang. Dengan tangan bergetar ia membuatkan surat tilang, ingin rasanya tidak memberikan surat itu tapi tidak tahu kenapa ia sebagai polisi tidak boleh memandang beda pelanggar kesalahan yang terjadi di depan hidungnya. Yang paling membuatnya sedikit tenang adalah tidak sepatah katapun yang keluar dari mulut sinuwun menyebutkan bahwa dia berhak mendapatkan dispensasi. “Sungguh orang yang besar…!” begitu gumamnya.
Surat tilang berpindah tangan , rebuwes saat itu dalam genggamannya dan ia menghormat pada sinuwun sebelum sinuwun kembali memacu Sedan hitamnya menuju ke arah barat, Tegal.
Beberapa menit sinuwun melintas di depan stasiun pekalongan, brigadir royadin menyadari kebodohannya, kekakuannya dan segala macam pikiran berkecamuk. Ingin ia memacu sepeda ontelnya mengejar Sedan hitam itu tapi manalah mungkin. Nasi sudah menjadi bubur dan ketetapan hatinya untuk tetap menegakkan peraturan pada siapapun berhasil menghibur dirinya.
Saat aplusan di sore hari dan kembali ke markas , Ia menyerahkan rebuwes kepada petugas jaga untuk diproses hukum lebih lanjut.,Ialu kembali kerumah dengan sepeda abu abu tuanya.
Saat apel pagi esok harinya , suara amarah meledak di markas polisi pekalongan , nama Royadin diteriakkan berkali kali dari ruang komisaris. Beberapa polisi tergopoh gopoh menghampirinya dan memintanya menghadap komisaris polisi selaku kepala kantor.
“Royadin , apa yang kamu lakukan ..sa’enake dewe ..ora mikir ..iki sing mbok tangkep sopo heh..ngawur..ngawur!” Komisaris mengumpat dalam bahasa jawa , ditangannya rebuwes milik sinuwun pindah dari telapak kanan kekiri bolak balik.
“ Sekarang aku mau Tanya , kenapa kamu tidak lepas saja sinuwun..biarkan lewat, wong kamu tahu siapa dia , ngerti nggak kowe sopo sinuwun?” Komisaris tak menurunkan nada bicaranya.
“ Siap pak , beliau tidak bilang beliau itu siapa , beliau ngaku salah ..dan memang salah!” brigadir Royadin menjawab tegas.
“Ya tapi kan kamu mestinya ngerti siapa dia ..ojo kaku kaku , kok malah mbok tilang..ngawur ..jan ngawur….Ini bisa panjang , bisa sampai Menteri !” Derai komisaris. Saat itu kepala polisi dijabat oleh Menteri Kepolisian Negara.
Brigadir Royadin pasrah , apapun yang dia lakukan dasarnya adalah posisinya sebagai polisi , yang disumpah untuk menegakkan peraturan pada siapa saja ..memang Koppeg(keras kepala) kedengarannya.
Kepala polisi pekalongan berusaha mencari tahu dimana gerangan sinuwun , masih di Tegalkah atau tempat lain? Tujuannya cuma satu , mengembalikan rebuwes. Namun tidak seperti saat ini yang demikian mudahnya bertukar kabar , keberadaa sinuwun tak kunjung diketahui hingga beberapa hari. Pada akhirnya kepala polisi pekalongan mengutus beberapa petugas ke Jogja untuk mengembalikan rebuwes tanpa mengikut sertakan Brigadir Royadin.
Usai mendapat marah , Brigadir Royadin bertugas seperti biasa , satu minggu setelah kejadian penilangan, banyak teman temannya yang mentertawakan bahkan ada isu yang ia dengar dirinya akan dimutasi ke pinggiran kota pekalongan selatan.
Suatu sore , saat belum habis jam dinas , seorang kurir datang menghampirinya di persimpangan soko yang memintanya untuk segera kembali ke kantor. Sesampai di kantor beberapa polisi menggiringnya keruang komisaris yang saat itu tengah menggengam selembar surat.
“Royadin….minggu depan kamu diminta pindah !” lemas tubuh Royadin , ia membayangkan harus menempuh jalan menanjak dipinggir kota pekalongan setiap hari , karena mutasi ini, karena ketegasan sikapnya dipersimpangan soko .
“ Siap pak !” Royadin menjawab datar.
“Bersama keluargamu semua, dibawa!” pernyataan komisaris mengejutkan , untuk apa bawa keluarga ketepi pekalongan selatan , ini hanya merepotkan diri saja.
“Saya sanggup setiap hari pakai sepeda pak komandan, semua keluarga biar tetap di rumah sekarang !” Brigadir Royadin menawar.
“Ngawur…Kamu sanggup bersepeda pekalongan – Jogja ? pindahmu itu ke jogja bukan disini, sinuwun yang minta kamu pindah tugas kesana , pangkatmu mau dinaikkan satu tingkat.!” Cetus pak komisaris , disodorkan surat yang ada digengamannya kepada brigadir Royadin.
Surat itu berisi permintaan bertuliskan tangan yang intinya : “ Mohon dipindahkan brigadir Royadin ke Jogja , sebagai polisi yang tegas saya selaku pemimpin Jogjakarta akan menempatkannya di wilayah Jogjakarta bersama keluarganya dengan meminta kepolisian untuk menaikkan pangkatnya satu tingkat.” Ditanda tangani sri sultan hamengkubuwono IX.
Tangan brigadir Royadin bergetar , namun ia segera menemukan jawabannya. Ia tak sangup menolak permntaan orang besar seperti sultan HB IX namun dia juga harus mempertimbangkan seluruh hidupnya di kota pekalongan .Ia cinta pekalongan dan tak ingin meninggalkan kota ini .
“ Mohon bapak sampaikan ke sinuwun , saya berterima kasih, saya tidak bisa pindah dari pekalongan , ini tanah kelahiran saya , rumah saya . Sampaikan hormat saya pada beliau ,dan sampaikan permintaan maaf saya pada beliau atas kelancangan saya !” Brigadir Royadin bergetar , ia tak memahami betapa luasnya hati sinuwun Sultan HB IX , Amarah hanya diperolehnya dari sang komisaris namun penghargaan tinggi justru datang dari orang yang menjadi korban ketegasannya.
July 2010 , saat saya mendengar kepergian purnawirawan polisi Royadin kepada sang khalik dari keluarga dipekalongan , saya tak memilki waktu cukup untuk menghantar kepergiannya . Suaranya yang lirih saat mendekati akhir hayat masih saja mengiangkan cerita kebanggaannya ini pada semua sanak family yang berkumpul. Ia pergi meninggalkan kesederhanaan perilaku dan prinsip kepada keturunannya , sekaligus kepada saya selaku keponakannya. Idealismenya di kepolisian Pekalongan tetap ia jaga sampai akhir masa baktinya , pangkatnya tak banyak bergeser terbelenggu idealisme yang selalu dipegangnya erat erat yaitu ketegasan dan kejujuran .
Hormat amat sangat kepadamu Pak Royadin, Sang Polisi sejati . Dan juga kepada pahlawan bangsa Sultan Hamengkubuwono IX yang keluasan hatinya melebihi wilayah negeri ini dari sabang sampai merauke.
Depok June 25′ 2011
Aryadi Noersaid
Update terakhir tentang penulis artikel: Bp Aryadi Noersaid saat ini tinggal di Depok, Saya sempat konfirmasi via SMS kepada penulis untuk memastikan dan meminta comment atau pernyataan dari beliau.
Setelah menunggu beberapa waktu saya mendapat respon dari Bp Aryadi Noersaid. Saya copy dari comment beliau. dan terima kasih pak respon kilatnya:
Aryadi Noersaid (aryadi17@yahoo.com)
Bapak ibu sekalian , surprise tulisan ini hadir setelah sekian bulan saya menulisnya, saya mendapatkan linknya melalui teman facebook. Cerita ini bagian dari catatan tepi yang saya terbitkan secara rutin di mils dan kompasiana , berupa pengalaman saya dan orang lain yang saya dapatkan dari sumbernya. Almarhum Pak Royadin adalah kakak ayah saya , beliau berpulang tahun lalu di rumah sederhananya di Proyonanggan di Batang,kota dekat pekalongan . Kisah ini selalu menghiasi hari saya kalau pulang ke kampung halaman orang tua. Meskipun tak persis detil demi detil percakapan yang diceritakan dari beliau tertulis didalam kisah ini , termasuk penggunaan bahasa jawa yang saya memang kurang menguasai untuk menuliskannya kembali serta tanggal dan tahun kejadian , namun beliau memang sangat memegang apa yang di omongkannya serta lurus dalam hidupnya , dan ini cerita masterpiece yang saya kenang selalu khususnya jika mengenang beliau .Terakhir bertemu beliau adalah ketika ia secara tiba tiba ke jakarta saat ayah saya tiada dan ia menyusul kemudian kembali kepada Allah SWT tanpa saya bisa menjenguknya. Semoga Allah menerima kanjeng sultan dan Pak Royadin di sisiNya.Amiin

Kamis, 15 Desember 2011

Mengelola Ketidaksetujuan terhadap Hasil Syuro - Oleh Anis Matta

RASANYA PERBINCANGAN kita tentang syuro tidak akan lengkap tanpa membahas masalah yang satu ini. Apa yang harus kita lakukan seandainya tidak menyetujui hasil syuro? Bagaimana "mengelola" ketidaksetujuan itu?

Kenyataan seperti ini akan kita temukan dalam perjalanan dakwah dan pergerakan kita. Dan itu lumrah saja. Karena, merupakan implikasi dari fakta yang lebih besar, yaitu adanya perbedaan pendapat yang menjadi ciri kehidupan majemuk.

Kita semua hadir dan berpartisipasi dalam dakwah ini dengan latar belakang sosial dan keluarga yang berbeda, tingkat pengetahuan yang berbeda, tingkat kematangan tarbawi yang berbeda. Walaupun proses tarbawi berusaha menyamakan cara berpikir kita sebagai dai dengan meletakkan manhaj dakwah yang jelas, namun dinamika personal, organisasi, dan lingkungan strategis dakwah tetap saja akan menyisakan celah bagi semua kemungkinan perbedaan.

Di sinilah kita memperoleh "pengalaman keikhlasan" yang baru. Tunduk dan patuh pada sesuatu yang tidak kita setujui. Dan, taat dalam keadaan terpaksa bukanlah pekerjaan mudah. Itulah cobaan keikhlasan yang paling berat di sepanjang jalan dakwah dan dalam keseluruhan pengalaman spiritual kita sebagai dai. Banyak yang berguguran dari jalan dakwah, salah satunya karena mereka gagal mengelola ketidaksetujuannya terhadap hasil syuro.

Jadi, apa yang harus kita lakukan seandainya suatu saat kita menjalani "pengalaman keikhlasan" seperti itu? Pertama, marilah kita bertanya kembali kepada diri kita, apakah pendapat kita telah terbentuk melalui suatu "upaya ilmiah" seperti kajian perenungan, pengalaman lapangan yang mendalam sehingga kita punya landasan yang kuat untuk mempertahankannya? Kita harus membedakan secara ketat antara pendapat yang lahir dari proses ilmiah yang sistematis dengan pendapat yang sebenarnya merupakan sekedar "lintasan pikiran" yang muncul dalam benak kita selama rapat berlangsung.

Seadainya pendapat kita hanya sekedar lintasan pikiran, sebaiknya hindari untuk berpendapat atau hanya untuk sekedar berbicara dalam syuro. Itu kebiasaan yang buruk dalam syuro. Namun, ngotot atas dasar lintasan pikiran adalah kebiasaan yang jauh lebih buruk. Alangkah menyedihkannya menyaksikan para duat yang ngotot mempertahankan pendapatnya tanpa landasan ilmiah yang kokoh.

Tapi, seandainya pendapat kita terbangun melalui proses ilmiah yang intens dan sistematis, mari kita belajar tawadhu. Karena, kaidah yang diwariskan para ulama kepada kita mengatakan, "Pendapat kita memang benar, tapi mungkin salah. Dan pendapat mereka memang salah, tapi mungkin benar."

Kedua, marilah kita bertanya secara jujur kepada diri kita sendiri, apakah pendapat yang kita bela itu merupakan "kebenaran objektif" atau sebenarnya ada "obsesi jiwa" tertentu di dalam diri kita, yang kita sadari atau tidak kita sadari, mendorong kita untuk "ngotot"? Misalnya, ketika kita merasakan perbedaan pendapat sebagai suatu persaingan. Sehingga, ketika pendapat kita ditolak, kita merasakannya sebagai kekalahan. Jadi, yang kita bela adalah "obsesi jiwa" kita. Bukan kebenaran objektif, walaupun —karena faktor setan— kita mengatakannya demikian.

Bila yang kita bela memang obsesi jiwa, kita harus segera berhenti memenangkan gengsi dan hawa nafsu. Segera bertaubat kepada Allah swt. Sebab, itu adalah jebakan setan yang boleh jadi akan mengantar kita kepada pembangkangan dan kemaksiatan. Tapi, seandainya yang kita bela adalah kebenaran objektif dan yakin bahwa kita terbebas dari segala bentuk obsesi jiwa semacam itu, kita harus yakin, syuro pun membela hal yang sama. Sebab, berlaku sabda Rasulullah saw., "Umatku tidak akan pernah bersepakat atas suatu kesesatan." Dengan begitu kita menjadi lega dan tidak perlu ngotot mempertahankan pendapat pribadi kita.

Ketiga, seandainya kita tetap percaya bahwa pendapat kita lebih benar dan pendapat umum yang kemudian menjadi keputusan syuro lebih lemah atau bahkan pilihan yang salah, hendaklah kita percaya mempertahankan kesatuan dan keutuhan shaff jamaah dakwah jauh lebih utama dan lebih penting dari pada sekadar memenangkan sebuah pendapat yang boleh jadi memang lebih benar.

Karena, berkah dan pertolongan hanya turun kepada jamaah yang bersatu padu dan utuh. Kesatuan dan keutuhan shaff jamaah bahkan jauh lebih penting dari kemenangan yang kita raih dalam peperangan. Jadi, seandainya kita kalah perang tapi tetap bersatu, itu jauh lebih baik daripada kita menang tapi kemudian bercerai berai. Persaudaraan adalah karunia Allah yang tidak tertandingi setelah iman kepada-Nya.

Seadainya kemudian pilihan syuro itu memang terbukti salah, dengan kesatuan dan keutuhan shaff dakwah, Allah swt. dengan mudah akan mengurangi dampak negatif dari kesalahan itu. Baik dengan mengurangi tingkat resikonya atau menciptakan kesadaran kolektif yang baru yang mungkin tidak akan pernah tercapai tanpa pengalaman salah seperti itu. Bisa juga berupa mengubah jalan peristiwa kehidupan sehingga muncul situasi baru yang memungkinkan pilihan syuro itu ditinggalkan dengan cara yang logis, tepat waktu, dan tanpa resiko. Itulah hikmah Allah swt. sekaligus merupakan satu dari sekian banyak rahasia ilmu-Nya.

Dengan begitu, hati kita menjadi lapang menerima pilihan syuro karena hikmah tertentu yang mungkin hanya akan muncul setelah berlalunya waktu. Dan, alangkah tepatnya sang waktu mengajarkan kita panorama hikmah Ilahi di sepanjang pengalaman dakwah kita.

Keempat, sesungguhnya dalam ketidaksetujuan itu kita belajar tentang begitu banyak makna imaniyah: tentang makna keikhlasan yang tidak terbatas, tentang makna tajarrud dari semua hawa nafsu, tentang makna ukhuwwah dan persatuan, tentang makna tawadhu dan kerendahan hati, tentang cara menempatkan diri yang tepat dalam kehidupan berjamaah, tentang cara kita memandang diri kita dan orang lain secara tepat, tentang makna tradisi ilmiah yang kokoh dan kelapangan dada yang tidak terbatas, tentang makna keterbatasan ilmu kita di hadapan ilmu Allah swt yang tidak terbatas, tentang makna tsiqoh (kepercayaan) kepada jamaah.

Jangan pernah merasa lebih besar dari jamaah atau merasa lebih cerdas dari kebanyakan orang. Tapi, kita harus memperkokoh tradisi ilmiah kita. Memperkokoh tradisi pemikiran dan perenungan yang mendalam. Dan pada waktu yang sama, memperkuat daya tampung hati kita terhadap beban perbedaan, memperkokoh kelapangan dada kita, dan kerendahan hati terhadap begitu banyak ilmu dan rahasia serta hikmah Allah swt. yang mungkin belum tampak di depan kita atau tersembunyi di hari-hari yang akan datang.

Perbedaan adalah sumber kekayaan dalam kehidupan berjamaah. Mereka yang tidak bisa menikmati perbedaan itu dengan cara yang benar akan kehilangan banyak sumber kekayaan. Dalam ketidaksetujuan itu sebuah rahasia kepribadian akan tampak ke permukaan: apakah kita matang secara tarbawi atau tidak. ***



*diambil dari buku Anis Matta: 'Menikmati Demokrasi' (cetakan 1, Juli 2002)

Sumber :  http://www.pkspiyungan.org/2009/06/mengelola-ketidaksetujuan-terhadap.html

Rabu, 14 Desember 2011

MANDIRI

MANDIRI ... yaa mandiri...

Itu bisa bermakna banyak...teramat banyak...

Bisa jadi ada yang menyebut sebagai nama Bank, ATM atau mungkin ada yang mengatakan sikap mandiri dan sebagainya...
Tapi buat ku, seorang saka prayitno putro, seorang mahasiswa yang sampai tulisan ini keluar belum juga lulus kuliah karena banyak hal, nama ‘Mandiri’ sangat erat dan berarti sangat buatku...
Karena , Mandiri ini bersifat ganda buatku...
Pertama, karena dengan ‘keterpaksaan’ keadaan , kala itu, waktu itu, hingga saat ini, saya seakan ter mandiri dengan sendirinya. Ajaran orang tua khususnya ayah yang menekankan bahwa yang terpenting adalah pendidikan, utamanya tentang alokasi dana. Walhasil, segala kekuatan dana keluarga sebagian besar terfokus untuk pendidikan. Jadi untuk urusan SPP, buku dan sebagainya entah dari mana pun uangnya, Bapak pasti memenuhinya. TAPI untuk hal yang lain lain, nanti dulu... !!
Itu terjadi mulai dari aku kelas 5-6 SD sudah dibiasakan begitu. Walhasil, urusan jajan dan sebagainya amaat jarang terpenuhi.. Eskalasi terbesar adalah saat SMA, karena smp ku SMP negeri yang tingkat hedonisme nya yang masih belum  tinggi, lagi pula masih lazim anak smp tahun angkatanku (1999-2002) yang di antar jemput oleh Ortu... beda dengan anak Smp sekarang yang sok sok pakai motor , padahal belum paham benar dengan faktor keselamatan... dan ugal ugalan pula. SMA ku adalah SMA Swasta yang cukup terkenal, baik terkenal prestasinya ataupun terkenal dengan tingkat hedon nya yang besar. Yap, Saya bersekolah di SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta atawa Sma MOEHA Jogja...yang terkenal pula dengan Genk nya yang terkenal d Jogja , “RANGER” / Remaja Alim Ning Gelem Rusuh...
Di SMA ku itu, karuan saja, yang masuk hampir 95 % termasuk dalam kategori golongan orang kaya (bukan termasuk saya). Sangat berbeda dengan gaya hidup selama ku hidup selama ini.. maka wajar, saat itu aku mulai banyak meminta uang jajan pada Ortu ku.. Karena waktu itu, saya hanya diberi uang bensin, dan bukan uang jajan. Walhasil kalau ada sisa dalam beli bensin saja saya bisa beli yang diinginkan. Oleh karena itu, mulai terfikir kan bagaimana cara mencari uang sendiri. Yap... seorang anak kecil yang badung kelas 1 sma Moeha mulai mencari cara bagaimana dapat duit.. di awal-awal masa pencarian duit, langsung di tawari untuk jualan Rokok, maklum dulu ibu pedagang rokok, alhasil laku keras di sekolah yang notabene fans Berat Kereta Api alias Nyepur alias Ngebul  
Itu berlangsung cukup lama, hingga akhirnya jualan mug, Pin dan lain lain hingga buku. Era hijrahnya diriku membuat cukup perubahan besar dalam pola berduit. Mulai dekat dengan Guru Agama SMA kala itu, mulai pula berjualan buku islami, kaset islami, peci dan sebagainya, bener2 aneh menurutku kala itu yang belum lama pindah dari dunia error ke dunia rada mending...hhaaa

Masih ingat kala itu, kelas 2 SMA, tahun 2003, berjualan kaset dan buku buku menggunakan alas tikar dan kardus yang berat. Terik matahari benar benar luar biasa kala itu. Masih ingat benar, pas di ajak rekan sesama penjual buku, saat ada Konser Izzatul Islam di UMY. Cuaca dalam kondisi yang sangat amat tak bersahabat, sementara hasil penjualan pun tak banyak...
Benar2 pengalaman yang luar biasa... kemudian di hari lain, ada lagi hal yang sama di UMY dan UNY UNY, males berbarengan dengan kecewa muncul dibenak. Saat itu memang gencar2nya banyak konser Nasyid di Jogja. Tapi kawan terus mengajak, akhirnya ikut juga.
Dan Luar Biasa... hari itu menjadi sebuah turning point buatku dalam memahami bisnis. Hari itu, di UNY saja laba bersih yang kudapat hingga 175 Ribu Rupiah. Untuk kala itu dan ukuran ku yang masih siswa, itu sebuah prestasi... Waaah pikirku. Lanjut dengan acara di UMY di total kala itu labanya bisa 300 ribu lebih. Amazing pikirku...
Dengan bekal semangat itu tadi ku beranikan dengan matur bapak/ibu untuk memakai rumah di Babarsari untuk membuka Toko yang menjual buku buku Muslim, kaset, VCD dan pakaian Muslim, toko baru bernama ‘Na’afi’ pun lahir. Nama yang sama dengan nama adikku bungsu, ‘Destriana Dayinta Na’afi’. Bertahan cukup lama, kurang lebih 2 tahun hingga penghujung kelas 3 SMA. Saat itu aku mendapat pengalaman berat dan berharga sangat tentang “Memberi gaji pada karyawan” yang saat itu ada satu orang. Benar-benar berat untuk ku yang saat itu masih SMA, kadang masih ngah ngoh dalam beberapa kebijakan kecil. Hmmm... pendewasaan tentang arti tanggung jawab dimulai dari sana.
SMA pun telah tamat, dan alhamdulillah tawaran masuk tanpa test pun datang dari UPN dan UMY dengan predikat ranking 3 atas seluruh calon Mahasiswa. Lalu nyoba ikutan UM UGM, dan lolos alhamdulillah dengan ijinNya. Kemudian bapak n ibu pun mengontrakkan Rumah di Babarsari untuk membayar biaya di UGM yang kala itu masih sekitaran 5 juta yang terasa amat beratt. Terus bergulir...waktu kian pergi, dan nilai kemandirian yang diajarkan keluarga pun msaih melekat. “Kalau mau beli sesuatu, ya beli sendiri” masih terngiang... Akhirnya mencoba melamar tentor di Primagama pada smester 4 kuliah, alhamdulillah keterima. Lalu dengan modal itu, mutar muter jogja mengajar mata pelajaran Sejarah dan Sosiologi untuk SMA dan Sejarah untuk SMP dan SMA. Akhirnya kesampaian juga untuk membeli HP sendiri, tas, sepatu dan terutama Kesukaanku “Komik” hha...

Akhir smester 7, ada sebuah lowongan untuk membantu mengelola Game Net. Waktu pun menjadi ganjil dan berubah, siang jadi malam, malam jadi siang. Karena kuliah sudah selesai teori, sehingga jam 22.00-4 pagi untuk bekerja dan siangnya untuk tidur. Sorenya untuk ngajar dan privat. Begitu terus seolah seperti robot hidupku. Namun hingga sat itu, tingkat prosentase meminta uang pada bapak menjadi terus berkurang. Kemudian, sekitar 2 tahun lalu tepatnya, Bapak mendirikan Fotocopy yang di beri nama ‘mandiri’ , filosofi nya memang sangat psikis jawa. Karena waktu itu, kehidupan keluarga kami susah dan harus menguliahkan seorang anak, dan menyekolahkan SMA seorang anak lagi, maka cukup berat beban kala itu dan banyak keluarga dan saudara lain yang menyibir. Great !! menyibir kataku...hmm
Dari situ mulai banyak belajar dari bapak tentang manajemen “Mini Perusahaan’’ kalau boleh dibilang. Dan tentu yang lebih susah adalah MeManajemen Karyawan. Sepati dua pati jatuh juga dalam menyeleksi karyawan di awal awal berdiri. Luar biasa benar kendala di awal kala itu. Kejujuran tenaga tenaga yang belum dapat digadaikan dengan kepercayaan kami menjadi menu utama. Belum lagi berbagai fitnah yang bermunculan yang ditujukan pada bapak, seperti kata kata “Wah pantes, pak ***** ra tau kethok, ra tau bali wong pegawaine ayu..” dan sebagainya. Memang kala itu pegawai di Fotocopy dua orang perempuan dan karena itu sampai saat ini Bapak tidak mempekerjakan perempuan di tempat usahanya. Dari situ aku banyak membantu baik pengelolaan maupun tender proyek karena memang dekat dengan beberapa kampus, seperti ‘Unriyo (respati)’ UII Ekonomi, UPN Veteran, Univ Proklamasi 45, dan Akindo yang berlokasi di kawasan babarsari dan Condong catur dan khususnya dari tempatku kerja, primagama..haha..

Hidup pun terus berlanjut, kehidupan kami 2 tahun ini mulai membaik, belajar dengan bapak tentang pengelolaan tempat usaha khususnya Fotocopy membuat ku banyak memiliki tambahan ilmu yang tak ku peroleh di bangku Kuliah. Hingga akhirnya, Mandiri fotocopy kami dapat mendapatkan rata rata Omset Rp.1 Juta per hari..Dari situ mulai sadar, bahwa tak selamanya aku berada di bawah ketiak orang tua. Akhirnya mulai berfikir untuk sambil ber bisnis sendiri, mulai dengan bisnis Kirim Buku import ke Sahabat Sahabatku di kalimantan dan Sumatera hingga ber puluh kardus kardus nilai bobot bisnis per minggu nya. Hasilnya pun lumayan besar, hingga mendapatkan Job pelatihan dari SMA untuk membina KIR dan dapat digunakan untuk modal berikutnya, hingga Usaha Pernak Pernik khas jogja, bros Khas lambang Kerajaan Mataram di Jogja, gantungan Kunci Khas Jogja serta andalannya adalah Topi Berbordir ‘Lambang Kraton Ngayogyakarta’ yang telah menembus Pulau Sumatera, Kalimantan Timur dan Kawan di Sulawesi.  
“Itulah Nikmatnya Silaturahmi dan Link”    sobat.
Kemudian dari hasil jerih payah yang entah berantah, ketika ada informasi mau di oper kontraknya Laundy di kawasan Kampus UNY dengan harga cukup murah (menurutku), langsung saja ku sambar kesempatan itu. Dan laundry bernama ‘Arofah’ pun berdiri di karangmalang UNY. Alloh memang Maha Kuasa, kemudian ada Mesin yang rusak dan kemudian kebetulan diperbaiki oleh Bapak bapak Teknisi yang mampu membuat Alat seperti AC yang memiliki fungsi berbeda. Yakni membuat Udara sekitar menjadi O2/oksigen dan membunuh kuman penyakit karena mengandung Laser khusus di dalam alat itu. Deal bisnis pun semakin jadi, untuk berusaha memasarkan dalam mass production, ke Rumah Sakit, atau kantor2 ellite dengan harga fantastis. Karena memang hanya ada di beberapa negara saja alat tersebut seperti di USA dan Jepang. Namun karena masalah dana, harus lebih bersabar dalam hal itu. Tak lupa pula ada jalinan kerjasama dengan sahabat baik untuk mempromosikan ‘Freon AC’ dan aku ambil bagian dalam marketingnya. 10 Persen untuk setiaP Unit dan PK AC, cukup untuk ku yang masih bujang . Belum lagi tawaran untuk memasarkan kambing Kurban tiap Tahun pun benar2 lumayan. Untuk tiap kambing di beri 250 ribu dan waktu Tahun lalu berhasil menjualkan 13 Ekor kambing, dan sangat mudah, karena ku tawarkan pada adik adik Organisasi yang akan menyembelih kambing :D. Bertepatan dengan hal hal baik itu, ada kabar dari Bapak bahwa Laundry yang mengontrak di rumah Babarsari sudah mau habis kontraknya, langsung pula ku hubungi sahabat baikku hingga kini, siapa tahu ada yang mau ber Investasi di jasa laundry dekat kampus ini. Dan dengan penuh dag dig dug, buka lah “Mandiri Laundrynya Mahasiswa” di kawasan Babarsari. Ada mandiri Fotocopy ada Mandiri laundry..
Kedua, Sebuah Spirit baru telah terbenam dalam hati, Sebuah epilog Azzam telah terukir, nama basis awal untuk melangkah lebih maju di beri nama sama dengan tekad seorang peemuda yang nekad untuk bisa hidup lebih Mandiri...




*-*-* Rabu 20.30 , 14 Des 2011 @ Mandiri Laundry.. *-*-* Just For Share Utk Sahabat Semua *-*-*

Rabu, 07 Desember 2011

Pengen Mengikuti Jejaknya, Menikahi Gadis Gaza ^^


Alhamdulillah, berkat pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala, Abdillah Onim, relawan MER-C Indonesia yang sedang menjalankan tugasnya di Gaza untuk pembangunan Rumah Sakit Indonesia, mempersunting seorang gadis warga Jabaliya bernama Rajaa Al-Hirthani.
Proses pernikahan Abdillah, terbilang unik dikarenakan untuk pertama kalinya seorang WNI menikah dengan warga Gaza, di Jalur Gaza. Selain itu, setelah beberapa kali meminang beberapa gadis di Jalur Gaza, mulai dari Khan younis, Shija’iya, Gaza, akhirnya Abdillah menemui pelabuhan hatinya di Jabaliya, sebuah kota kecil yang religius, berpenduduk super padat dengan jumlah lebih dari 70.000 jiwa.
Diperkenalkan oleh beberapa sahabat, Abdillah bertemu dengan calon istrinya dengan proses yang cukup islami, dengan cukup melihatnya satu kali, kemudian dilanjutkan dengan saling istikharah, untuk menentukan sikap apakah mereka saling menyetujui untuk membina rumah tangga.
Setelah istikharah, akhirnya mereka memutuskan untuk saling menerima. Proses pernikahan ini terbilang sangat unik juga, bertemu satu kali, tiga hari kemudian saling menerima, hari ke empat melamar, hari kelima penyerahan mahar, dan hari ke enam ijab qabul.
Saat melamar sang pujaan hatinya, selain ditemani oleh seluruh Tim Relawan Pembangunan RS Indonesia yang saat ini berjumlah 7 orang, Abdillah Onim juga ditemani oleh Ketua IHH Cabang Gaza, Muhammad Kaya. Berbeda dengan proses lamaran di Indonesia, proses melamar di Gaza terbilang sangat sederhana, hanya dihadiri oleh beberapa orang, kemudian menyepakati beberapa hal, seperti jumlah mahar, tanggal penyerahan mahar dan tanggal ijab qabul kemudian ditutup dengan doa.
Mengambil tempat di belakang rumah calon mempelai wanita dengan dihadiri oleh beberapa pejabat dari Pemerintah Gaza, Rabu (16/02), prosesi acara penyerahan mahar pun terbilang sangat sederhana dan hanya berlangsung kurang dari 20 menit. Mewakili keluarga Abdillah Onim, Shaikh Yakub Ismail Sulaiman, menyampaikan rasa terima kasih dan syukur yang mendalam kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala karena ini adalah pertama kalinya seorang WNI menikah dengan warga Gaza, dan pihak keluarga calon mempelai wanita menerima dengan tulus dan ikhlas pinangan Abdillah. Kemudian mahar sejumlah 3.000 USD pun diserahterimakan kepada orang tua laki-laki si mempelai wanita. Tampak hadir dalam acara tersebut, Walikota Bayt Lahiya, Dirjen Kementrian Transportasi, Perwakilan dari UIG (Universitas Islam Gaza), dan beberapa pejabat lainnya. Acara ditutup dengan doa, dilanjutkan makan manisan ala Gaza.
Keesokan harinya, Kamis 17 Februari 2011 tepat pukul 10.10 WG, bertempat di Mahkamah Pernikahan kota Jabaliya, Abdillah Onim mengucapkan Ijab Qabulnya. Bertindak sebagai wali dalam pernikahan tersebut adalah ayah mempelai wanita, dengan 2 orang saksi yaitu Shaikh Ya’kub Ismail Sulaiman dan Ibrahim Al-Hirthani. Abdillah tak kuasa menahan harunya, dengan suara nyaris tak terdengar deraian air mata membahasi pipinya tatkala mengucapkan ijab qabul. Resmilah Abdillah menyandang predikat sebagai seorang suami. Semua rekan-rekan relawan Indonesia memeluk Abdilah Onim, rasa bahagia dan haru menyelimuti semua relawan Indonesia. Subhanallah, Allah benar-benar menyayangi hamba-Nya.
Proses, pernikahan Abdillah juga diliput oleh berbagai media di Gaza, seperti Felesteen al ann dan Koran Risalah Palestina.
Sebagai seorang relawan yang bergabung di MER-C sejak tahun 1999, kehidupan Abdillah Onim memang sangat sederhana. Ia berasal dari sebuah daerah di wilayah Timur Indonesia yaitu Galela, kabupaten Halmahera Utara, provinsi Maluku Utara. Abdillah berangkat ke Gaza tujuh bulan yang lalu dengan meninggalkan ibu, keluarga, dan sanak familinya, begitu juga dengan pekerjaan yang menjadi penghidupannya sehari-hari. Tidak terbayang sedikitpun bahwa dia akan memperoleh istri warga Gaza.
Awalnya terasa berat tatkala pihak keluarga calon istri, meminta mahar sejumlah 3.000 USD. Tidak terbayang darimana uang sebanyak itu bisa dia siapkan. Sebagai seorang relawan yang bekerja tulus ikhlas, Abdillah memang sama sekali tidak mengharapkan imbalan atas apa yang dikerjakannya. Namun rekan-rekan sesama relawan Indonesia senantiasa men-support-nya, agar dia serahkan semuanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lima jam sebelum penyerahan mahar, uang yang dimiliki oleh Abdillah jauh dari mencukupi sejumlah tersebut.
Namun, Allah yang Maha Kaya, Allah-lah yang mencukupkan seorang hamba tatkala dia akan menikah sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala "Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (Pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS. An Nuur [24] : 32)
"Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong mereka, yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya supaya merdeka dan seorang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya." (HR. Ahmad 2 : 251, Nasaiy, Tirmidzi, Ibnu Majah hadits no. 2518, dan Hakim 2: 160)
Maha Benar Allah dengan segala Firman-Nya, tepat beberapa jam sebelum mahar diserahkan, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan rizki-Nya kepada sang hamba lewat sahabat-sahabat yang dengan tulus dan ikhlas memberikan bantuannya. Abdillah sangat terharu dengan pertolongan dari Allah yang datang seketika dan tak henti-hentinya mengucap syukur kepada Allah atas limpahan kasih sayang yang diberikan-Nya. Tak lupa pula ucapan terima kasih atas segala bantuan yang tak ternilai harganya. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membalas segala kebajikan para sahabat, teman, saudara semuanya dengan balasan yang lebih baik lagi. (MER-C/NIA – Relawan Pembangunan RS Indonesia di Jalur Gaza)

*Bismillah..Bismillah..Bismillah..
Pengen Mengikuti Jejaknya...
Perbaiki Kualitas Diri Agan2 Smua... Biidznillah Biidznillah biidznillah..Innallohu ma ana.... Alloh Yang Maha HEBAT takkan berpaling dari Usaha dan doa yang Tulus...
Sumber :

Kamis, 01 Desember 2011

Jumat 2 Desember 11, Launching Laundry

Bismillah..

Sahabat, Jum'at Besok, InsyaALLoh Selepas Jumatan, Akan dibuka Perdana 'MANDIRI  LAUNDRY'
Dengan Spesial Promo Harga Per Kilo Untuk Baju, Kaos dan Celana Umum, Per Kilo : RP.1.500,00

Alamatnya Di :
Jalan Kapas, Blob B/ 12 A Kledokan, Catur Tunggal, Depok, Sleman.

DaRi Ambarukma Plaza, Ke Timur (Arah Jembatan Janti) nanti ada POM Bensin di Utara Jalan Sebelum Dinas Pengairan Dan Sebelum Jembatan Janti, Ke Utara , Terus Saja nanti ada Tugu Kledokan dan Indomaret Kledokan. Ke Utara Lagi Nanti ada MANDIRI Fotocopy , dan di utara persis ada MANDIRI Laundry.
Mandiri otocopy Juga punya saya, jadi kalau kawan kawan mau Jilid Skripsi, atau apapun yang berkenaan dengan Foto Copy, Bisa datang kesana..hehhee

Matur Nuwun :D

Mudah mudahan besok bisa Upload Fotonya

Selasa, 08 November 2011

Luar Biasa.... Ipar Mantan Perdana Menteri Inggris Raya Yang Menjadi Muallaf Berpidato..



dakwatuna.com – London. Lauren Booth, ipar mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair, menjadi salah satu pembicara kunci dalam seminar bertema Harmonisasi Islam dan Budaya Barat menuju satu Era Baru yang digelar Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Belanda, di Leiden.
Booth yang dikenal sebagai penulis dan wartawan ini berbicara tentang perjalanan spiritual sehingga akhirnya memutuskan untuk memeluk agama Islam pada Oktober tahun lalu, demikian keterangan panitia seminar PKS kepada ANTARA London, Selasa.
Ia juga menyinggung perlunya komunitas Muslim untuk menunjukkan cinta dan kepercayaan diri ketika berdialog dengan elemen-elemen masyarakat lain di negara-negara Barat. Selain Booth, berbicara pula aktivis antiperang dan mantan anggota parlemen Inggris George Galloway, Presiden Akademi Eropa untuk Kajian Islam Sheikh Ahmed Amir Ali, aktivis Islam Jerman Dr Ibrahim El-Zayat, dan Dubes RI untuk Belgia Arif Havas Oegroseno.
Dari PKS, hadir Sekjen Anis Matta, anggota Komisi I yang juga mantan Ketua MPR Dr Hidayat Nur Wahid, Ketua Fraksi PKS di DPR Mustafa Kamal, dan Ketua PKS Belanda Deden Permana. Anis mengatakan, komunikasi Islam dan Barat memburuk sejak serangan 11 September 2011 sehingga dibutuhkan interaksi yang lebih baik melalui dialog dan komunikasi yang mutual.
Dalam seminar sehari ini Galloway Memuji PKS yang ia sebut berpikir di luar kerangka konvensional dan peduli dengan persoalan-persoalan dunia. Terkait dengan hubungan antara Islam dan Barat, Galloway yang sangat menentang invasi pimpinan Amerika Serikat ini mengatakan kalangan Muslim tidak ingin mendikte Barat. Sebaliknya, kalangan Muslim juga ingin Barat tidak lagi mendikte banyak hal ke orang-orang Islam.
Halloway mengatakan agar harmoni antara Islam dan Barat bisa dicapai, maka Barat harus mendukung sepenuhnya pembentukan negara Palestina, mengakhiri semua perang di negara-negara Muslim, dan tidak lagi membuat “pemimpin boneka” di negara-negara Muslim. Dr Hidayat Nur Wahid mengatakan sebaiknya tidak ada halangan antara Islam dan Barat untuk saling belajar satu sama lain. (Krisman Purwoko/antara/RoL)

*Selasa Membara
Fabbi ayyi ala irobbikumaa Tukadzibaan

Selasa, 01 November 2011

Kisah inspirasi untuk para istri dan suami *Recomended

Husbands Dream

Semoga peristiwa di bawah ini membuat kita belajar bersyukur untuk apa yang kita miliki :

Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri.
Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka.

Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.
Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku.
Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.
Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami.

Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku.
Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi.
Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya.
“Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.” Katanya menjelaskan dengan lembut.
Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak. “Apalagi??”
“Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya suamiku cepat , kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.
Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.
Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri, “selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak armandi?” kujawab pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu ternyata seorang polisi,  ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.
Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya. Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.
Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.
Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.

Saat  pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya.
Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang. Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.
Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana. Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya  dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.

Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas. Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.
Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.
Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku.

Istriku Liliana tersayang,
Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.
Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang.
Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik dariku.
Teruntuk Farah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu dan Farhan, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke, Buddy!

Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note.
Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta.
Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.

Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?”
Aku merangkulnya sambil berkata “Cinta sayang, cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta.”
Putriku menatapku, “seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?”
Aku menggeleng, “bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua.”
Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus.

Minggu, 23 Oktober 2011

Jogja Java Carnival III - 23 Okt 2011

Malam Ahad 22 Oktober 2011, Menjadi malam Yang amat melelahkan Buat ku...
Sama Halnya Dengan 18 Oktober 2011 Lalu saat ada Kirab Pengantin Royal Wedding Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Kali Ini Pun Saya Sibuk Dengan Hunting Salah Satu khasanah Budaya Djogdja...

Oke Langsung Saja, Untuk Kali Ini Saka Jogja (Nama FB) hanya akan Upload Foto Foto Saja...
Btw, Saya Makin amat Bangga Sebagai Piyayi Aseli DJogja...
 


















Menandakan Bahwa Jogja memang Istimewa :)

Jogja Java Carnival III - Jogja Java Carnival 2011

Nb. Tolong Rekan Rekan Kalau Mau Link Atau Ambil Gambar, Sertakan Juga Alamat Blog Ini Ya :D
Maklum Nyarinya AmPe Keringetan bener..hhe

Jumat, 10 Juni 2011

Pasanganku Kok Begono...?

Siapa yang tidak ingin memiliki pasangan hidup yang sholeh atau sholehah? Siapa yang tidak ingin memiliki pendamping yang berakhlak baik? Seburuk apapun diri kita, pastinya kita ingin pasanganan hidup yang baik. Tetapi tidak setiap orang mendapati kenyataan ini dalam kehidupan.
 
Ada yang suaminya sungguh baik, tetapi istrinya galak, matre dan tukang gosip. Ada yang istrinya sholehah, tapi suaminya tukang mabuk, suka judi dan bersikap kasar. Atas fenomena ini, mungkin banyak yang bertanya-tanya, kok kesannya jadi nggak adil ya? Orang baik-baik, tapi dapet jodohnya begitu?
Memang jadi sulit dijelaskan. Tetapi jika ingin dipahami, inilah ujian Allah. Sesungguhnya Allah berkehendak membuka ladang amal yang seluas-luasnya bagi diri kita, lewat tingkah polah pasangan hidup kita, yang jauh dari harapan. Alhamdulillah, tidak usah cari jauh-jauh, ladang amal ada di depan mata. Karena pernikahan memang ladang amal soleh. Bagi wanitanya, pun bagi laki-lakinya. Maka bagi yang “tidak beruntung” dengan pasangan hidup yang tidak sholeh atau sholehah, mudah-mudahan tetap dapat memberi pelayanan yang terbaik bagi pasangannya, dengan harapan semoga mendapat ridho Allah dan semoga kelak mendapat derajat yang tinggi di sisi-Nya.
Jika kita merasa tidak beruntung terhadap pasangan hidup kita, mari mengevaluasi diri. Apa sesungguhnya niat kita ketika hendak menikah? Mudah-mudahan, jawaban dari pertanyaan itu, dapat memperbaiki mood kita yang buruk karena pasangan hidup tidak sesuai harapan.

Jika benar kita meniatkan pernikahan sebagai ibadah atau sarana pengabdian kita kepada Sang Khalik, maka semestinya pelayanan kita terhadap pasangan hidup kita, tidak ada embel-embelnya. Artinya, mau dia bertingkah seperti apapun tidak jadi masalah, karena pasangan hidup hanya sarana untuk mengabdi kepada Allah. Fokus dan tujuan kita adalah Allah. Jika ternyata pasangan hidup kita adalah pribadi yang sholeh/ah, maka itu adalah bonus.
Jika kita merasa tidak beruntung terhadap pasangan hidup kita, sebelum berputus asa, mungkin ada baiknya kita merenung kembali. Tidakkah kita terlalu meninggikan kriteria bagi pasangan hidup kita? Sikap berharap secara berlebihan terhadap pasangan hidup, berpotensi menyebabkan rumah tangga tidak berjalan dengan baik. Karena pola pikir yang tertanam dalam diri kita adalah menerima kebaikan, bukan keinginan untuk saling mengisi dan memperbaiki satu sama lain.
Semakin tinggi standard yang kita tetapkan, maka akan semakin besar potensi kita untuk kecewa. Karena semakin tinggi standard, semakin terlihat jelas jika terjadi hal-hal yang melenceng dari standard.
Memiliki harapan tinggi boleh-boleh saja. Tapi, sebelum kita bermimpi mendapatkan suami seperti Rasulullah, lebih baik kita berkaca diri, sudahkah kita seperti Ibunda Khadijah r.ha? Sebelum berharap memiliki istri seperti Fatimah Az-Zahra r.ha, lebih baik kita bercermin, sudahkah kita seperti Ali bin Abi Thalib r.a ?
Jadi, berprasangka baiklah kepada Allah, kemudian berserah diri. Jangan mendikte Allah tentang jodoh kita. Percaya, bahwa Allah memberi kita yang terbaik sesuai dengan penilaian Allah terhadap diri kita. Yakin, Allah tahu yang paling cocok untuk diri kita. Kemudian berserah diri dan bersabar dengan jodoh pilihan dari Allah. Insya Allah, ini akan lebih menenangkan batin dan membuka pintu keikhlasan..

Kamis, 21 April 2011

Foto Jogja

Sahabat Dimanapun Berada, Jogja Selalu Menambat Hati Siapapun Yang Mengenalnya, Mengunjunginya Ataupun Hanya Sekedar Mendengarnya..

Jogja..

Never Ending Asia...









Tunggu Gallery Yang Lainnya Ya Sobat..


Monggo Pinarak Jogja  ^_^


Istimewa Selalu..