Selasa, 30 Desember 2014

KIAT MENJADI PENGUSAHA SUKSES

Suatu hari seseorang pernah bertanya pada Abdurrahman bin Auf -radhiallahu anhu-, "Apa kiat anda hingga bisa sekaya ini..?
Abdurrahman bin Auf menjawab, "Dulu.. Aku selalu ridho dengan keuntungan yang sedikit".
Dalam menjalankan usaha, yang paling penting adalah keberkahan rezeki, bukan besarnya keuntungan.
Banyak orang yang keuntungannya sedikit, namun Allah memasukkan kekayaan lain di dalam hatinya. Sebaliknya, banyak orang yang keuntungannya banyak, namun Allah mencabut keberkahan dari hartanya, sehingga betapapun banyaknya harta yang dimilikinya, dia tidak akan pernah merasa puas dan cukup dari anugrah tersebut.
Bila anda seorang pengusaha, pilih harga yang masuk akal untuk barang dagangan anda. jangan memanfaatkan hajat orang lain demi mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya. Ingat, siapa yang memudahkan orang lain dalam urusan dunia, maka Allah akan memudahkan urusannya didunia dan akhirat.
Dan siapa yang menyulitkan orang lain, maka hidupnya akan dipersulit, karena balasan sesuai dengan perbuatan. Bahkan dikwatirkan apabila dia selalu menyulitkan orang lain, maka do'a-do'a yang tak tertolak dari mereka yang merasa terdzolimi itu akan menimpanya. Karena Allah tidak pernah lalai dari perbuatan hamba-hamba--Nya.

(Faidah dari Syaikh DR. Muhammad bin Muhammad Al-Mukhtar As Syinqity -hafidzahullah-).

Kamis, 25 Desember 2014

Toleransi dan Ucapan Selamat Natal

NAH , dari Gambar sederhana ini, pasti ita bisa memahami maksudnya :)

So ??
Selamat Liburan saja deh ya :)

Kamis, 18 Desember 2014

Memperkecil ukuran file video tanpa kehilangan kualitas file aslinya

Salah satu software video tools yang bisa kamu gunakan untuk memperkecil ukuran file video adalah “Ashampoo Movie Shrink”. Hampir semua file video didukung oleh software ini.

Kelebihan dari program ini terlihat dari hasil output nya yang mampu mengecilkan file video tanpa kehilangan kualitas dari file aslinya. Selain itu terintegrasinya burning tools bawaan dari programnya. Jadi kamu juga bisa langsung membakar hasil output file video melalui program ini.



Untuk pemakaiannya juga sangatlah mudah, kamu tinggal klik “Shrink movie files” dari tampilan menu awalnya, trus “add files” untuk memasukkan file2 video yang ingin kamu perkecil ukurannya. Pada saat kamu mengetikan ukuran file video, hasil kualitas bisa langsung terlihat dibagian bawah program ini pada “Output Movie Quality”. Disitu bakal terlihat hasil dari pengetikan input size yang kamu masukkan. Sesuaikan dengan kebutuhan kamu, yang jelas ada beberapa pilihan hasil output, ada low, medium, good, good quality, dan great quality. Dari jenis output tsb uda terlihat jelaskan mana yang paling baik. Kalau pilih yang low, hasil file video memang kecil, tapi kualitas videonya juga tidak begitu baik dong. Untuk file aslinya, tenang saja ga bakalan tertimpa, karena sebelum kamu mengklik tombol start untuk men-shrink (memperkecil) file video kamu bisa tentukan dimana hasil outputnya akan kamu simpan.


Sumber :
http://edukasikomputer.blogspot.com/2008/12/memperkecil-ukuran-file-video-tanpa.html#.TvFxKH6r_Pc.blogger

Rabu, 03 Desember 2014

Mimpi Sejuta Dollar The Movie

Pengen Segera Nonton Film Mbak Merry Riana "mimpi sejuta dollar" nih :)

https://www.youtube.com/watch?v=kJONiHU8oUw 

Semoga memberi Inspirasi pada kami ya mbak :)
Salam Sukses !!


Senin, 02 Juni 2014

Momen Sangat Menyentuh, Sikap Hormat Prabowo pada Kubu Jokowi di KPU

Jakarta - Pasangan capres-cawapres Prabowo-Hatta kompak mengenakan kemeja putih dan peci hitam. Keduanya datang di KPU, pukul 14.00 WIB, Minggu (1/6/2014), untuk mengambil nomor urut.

Prabowo-Hatta didampingi Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, Sekjen PPP Romahurmuziy, dan petinggi partai koalisi lainnya.

Saat memasuki ruang lantai 2 Kantor KPU, ketika sidang pleno pengambilan nomor urut digelar, Prabowo-Hatta menyambangi kubu Jokowi-JK, dan langsung mengambil sikap hormat.

Namun saat hormat dan bersalaman, Mega tak membalasnya. Mega hanya bersalaman sambil duduk.

Prabowo-Hatta melanjutkan bersalaman dengan Jokowi, JK, Surya Paloh, Cak Imin, Sutiyoso, Khofifah. Prabowo juga memberi hormat kepada bekas atasannya yang mendukung Jokowi, Luhut Pandjaitan.

Dalam kesempatan itu, sambil tersenyum Jokowi terlihat terpana dan kagum melihat kedatangan Prabowo. Tak hanya Jokowi, Ketum NasDem juga terlihat melakukan hal yang sama.

Kemudian Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta langsung menuju tempat yang sudah disediakan KPU dan duduk secara berdampingan.

Seperti diketahui, hari ini KPU menjadwalkan pengambilan nomor urut calon presiden dan wakil presiden. Acara ini dimulai tepat pada pukul 14.00 WIB. [yeh/inilah] 





Source : 


---***---
Ketahuan mana yang bersikap Ksatria , mana yang tidak ..
Yang satu memberi hormat yang satu tetap duduk dengan sombongnya ..

Jumat, 30 Mei 2014

Wartawan Metro TV Nyabu

Islamedia.co - Dua dari tiga orang tim liputan Metro TV diamankan petugas patroli jalan raya (PJR) Bitung setelah kedapatan nyabu di dalam mobil


liputan berlogo Metro TV di samping pintu tol Karawaci, Kabupaten Tangerang, Jumat (23/5/2014) malam. Satu orang awak liputan lainnya berhasil kabur saat disergap.

Dua orang tim liputan Metro TV yang berhasil diamankan masing-masing, CG (57) warga RT 06/19, Kelurahan Rawa Lumbu,

Kecamatan Rawa Lumbu; dan HR (43) warga Jalan Masjid Nur, Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

Kepala Induk Korlantas PJR Bitung Kompol Bestari Harahap mengatakan, penangkapan itu berawal dari kecurigaan petugas

yang sedang patroli dan melihat mobil Metro TV yang sedang terparkir di samping gerbang tol Karawaci.

Anggota melihat ada satu unit kendaraan operasional Metro TV dengan nopol B-1664-BRH yang terpakir disamping gerbang tol.

Kemudian petugas kami mendekat dan melakukan pemeriksaan,” ujarnya.

menurut Bestari, di dalam mobil berisi tiga orang. Mereka langsung kaget dan hendak melarikan diri. Petugas yang sudah siap langsung

menyergap dan mengamankan dua orang yaitu CH dan HR dan satu orang berhasil melarikan diri.

Kami sudah mendapatkan identitas pelaku yang melarikan diri dan akan kita lakukan pengejaran,” tambah Kompol Bestari Harahap.

Dari tangan kedua pelaku, petugas berhasil menemukan barang bukti berupa sabu, alat hisap (bong), uang, HP dan KTP.[matanews/im]
 
 
 

Tak Ada Aturan Harus Ada Ibu Negara

Ketua Perempuan Pendukung Prabowo Hatta (PPPH) Okke Rajasa mengatakan, tidak penting mempersoalkan masalah status Ibu Negara.

"Dalam undang-undang pemilu presiden itu, tidak diatur perihal Ibu Negara. Yang terpenting perempuan berperan dalam pembangunan Indonesia kedepannya." Ujar Okke di Rumah Polonia, Kamis (29/5/2014).

Peran perempuan tersebut dapat dilakukan melalui tiga bidang, yaitu keluarga, masyarakat dan politik.
Jadi, kata Okke, kampanye hitam perihal Ibu Negara terhadap Prabowo, tidak akan mempengaruhi kaum perempuan.

Dia meminta, pihak-pihak yang mempersoalkan Ibu Negara kalau Prabowo menjadi Presiden, untuk belajar lebih banyak lagi.

"Saya berpesan kepada pembuat dan penyebar isu Ibu Negara yang ditujukan kepada Pak Prabowo untuk kembali belajar, belajar dan belajar," katanya. [gus]



http://nasional.inilah.com/read/detail/2104825/tidak-ada-aturan-harus-ada-ibu-negara#.U4dzHX9fbnp

Kamis, 29 Mei 2014

Testimoni Masyarakat dan Pedagang Solo Tentang Jokowi

Penataan pedagang kaki lima (PKL) di Solo disebut-sebut keberhasilan calon presiden Joko Widodo atau Jokowi ketika masih menjadi Wali Kota. Namun ternyata Jokowi menjual kios-kios yang harusnya diberi secara cuma-cuma kepada PKL. 
Rio Hardoyo (58) warga Lawean Pajang, Solo, Jawa Tengah, mengatakan kalau yang digembor-gemborkan prestasi Jokowi memindahkan pedagang kaki lima (PKL) perlu ditanya kembali.
 
Ia menjelaskan, awalnya pemerintah setempat membangun kios di Pasar Klitian Notoharjo atau bekas silir Solo dua lantai untuk PKL sebanyak 1.700 kios dan digratiskan.
 
"Namun realitanya, hanya ada 700 kios untuk PKL sedangkan 1000 kios itu dijual kepada pengusaha bukan warga asli Solo. Silakan dicek pedagang di lantai dua pasar itu," katanya kepada INILAHCOM di Jakarta, Selasa, (27/5/2014) malam.
 
Rio melanjutkan, pedagang yang mendapat kios gratis itu tidak ramai dengan pembeli yang berada di lantai dua. Sementara, pembeli kios juga mengeluh mahal, tetapi sepi pengunjung hingga akhirnya pada pindah.
 
"Nah income itu tidak tahu pendapatannya kemana, padahal pembelinya ada semua ke pribadi atau pemda. Wallahu'alam, tapi muncul ke permukaan Jokowi sukses memindahkan PKL," ujarnya.
 
Selain itu, Andrian Isnanto warga Desa Kistalan Banjarsari Solo, Jawa Tengah, mengaku kenal siapa Jokowi sebenarnya. Dari sisi negatif pun tahu bagaimana Jokowi, tetapi tidak etis disampaikan.
 
"Yang jelas, Jokowi sudah dua masa sumpah jabatan, pertama Wali Kota Solo namun loncat jadi gubernur. Kemudian, belum dua tahun jadi Gubernur DKI sudah mencalonkan sebagai presiden. Apakah masyarakat mau diinjak-injak begitu," ujarnya. (inilah.com/su)

 

Fakta Tentang Prabowo Subianto Yang Tidak Terungkap Ke Media

Jika kita bicara tentang sosok Prabowo Subianto, mungkin bagi yang tahu pasti akan di kaitkan dengan tragedi kerusuhan Mei 1998 dimana Prabowo Subianto menjadi salah satu aktornya. Itu yang di gemborkan media yang mungkin Anda tahu. Tapi tahukah Anda bahwa sebenarnya faktanya tidak seperti itu, sebenarnya Prabowo Subianto lah yang di jadikan kambing hitam dalam tragedi Mei 1998. Anda penasaran ?, mari kita simak ulasannya tentang fakta tentang Prabowo Subianto yang  sebenarnya seperti yang ditayangkan oleh Kompas TV. Artikel ini cukup panjang sekali, jadi harap dibaca dengan sabar dan seksama ya.
Fakta Prabowo Subianto
Jum’at 14 Maret 2014, Kompas TV menayangkan Prabowo Subianto dalam acara Aiman Dan…. Prabowo adalah salah satu nama yang maju dalam pemilihan presiden Republik Indonesia. Karena posisi presiden di RI, sesungguhnya lebih berkuasa daripada presiden Amerika Serikat maupun Rusia, presiden RI haruslah yang terbaik dari yang ikut bertarung. Tulisan ini bukan sebagai kampanye, karena saya bukan kader Partai Gerindra, namun hanya untuk mengulas mengenai sosok Prabowo Subianto yang kontroversial dari sudut pandang yang sedikit berbeda. Tujuannya adalah agar masyarakat mendapatkan informasi yang lengkap dan berimbang tentang calon pemimpin yang akan dipilihnya termasuk Prabowo. Mengingat begitu krontroversial dan banyaknya disinformasi mengenai tokoh yang satu ini.
Prabowo lahir di Jakarta 17 Oktober 1951. Beliau adalah mantan Danjen Kopasus (Komandan Jenderal Komando Pasukan Kuhusus), pengusaha sukses, politisi, dan calon presiden 2014. Prabowo adalah putra dari begawan ekonomi Indonesia, Soemitro Djojohadikusumo. Beliau juga cucu dari Raden Mas Margono Djojohadikusumo yang merupakan anggota BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan juga merupakan pendiri Bank Nasional Indonesia (BNI). Dari silsilahnya tampak bahwa Prabowo memiliki “darah biru” elit pemimpin Indonesia. Bahkan jauh sebelum republik ini lahir.
Prabowo menikahi Titiek, putri Presiden Soeharto. Saat ini, Titiek sendiri menjadi calon anggota legislatif dari Partai Golongan Karya (Golkar). Keputusan yang tampak prospektif saat itu namun menjadi blunder dalam hidupnya dikemudian hari. Dengan latar belakang keluarga intelektual, Prabowo mewarisi kecerdasan ayahnya. Beliau dikenal sangat cerdas di sekolah maupun di AKABRI (Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Meski beliau adalah alumnus AKABRI (1974), namun tidak banyak yang tahu bahwa setelah lulus SMA, Prabowo juga diterima di American School In London, Britania Raya.
Karirnya dibidang militer terbilang sangat cemerlang dan membanggakan. Karir militer Prabowo termasuk yang tercepat dalam sejarah ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Prabowo bahkan sempat disebut sebagai “The Brightest Star”. Dialah jenderal termuda yang meraih 3 bintang pada usia 46 tahun.
Sebagai sesama orang militer, Prabowo bisa dianggap sebagai “antitesa” dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Mungkin karena karir beliau yang banyak diisi dengan penugasan di satuan tempur. Meski sama-sama merupakan “The Rising Star” di tubuh ABRI saat itu, SBY lebih dikenal sebagai perwira intelektualnya ABRI. Berbeda dengan SBY yang cenderung analitis dan berhati-hati dalam mengambil keputusan, sebagai perwira lapangan Prabowo cenderung cepat, take action. Saat keputusan sudah dibuat Prabowo akan menjalankannya dengan penuh “determinasi”. Beliau siap menanggung segala konsekuensinya.
Salah satu contohnya adalah perihal peristiwa penculikan aktivis yang telah mencoreng nama baik dan menjadi penyebab kehancuran karir militernya. DKP (Dewan Kehormatan Perwira) yang menyelidiki kasus ini tidak pernah mngungkapkan hasil pemeriksaannya kepada publik. Tidak juga kepada Prabowo yang notabene menjadi tertuduhnya. Tampaknya Wiranto sengaja mengambil manfaat agar prasangka publik menghukum Prabowo lebih berat daripada “dosanya”. Meski Prabowo berikeras mengatakan tak pernah perintahkan. Namun beliau mengambil alih tanggung jawab anak buahnya. “Saya ambil alih tanggung jawabnya.” Begitu kata beliau saat itu. Sikap yang harus dibayar mahal dengan hancurnya karir militer yang gilang gemilang, namun juga menunjukkan kualitas kepemimpinan Prabowo. Jika Prabowo benar bersalah, mengapa justru korban-korban penculikan seperti Pius L Lanang dan Desmond J Mahesa justru menjadi pengurus Partai Gerindra?
Meski begitu, kualitas kepemimpinan Prabowo justru sudah teruji di saat-saat paling kritis yang pernah dialami negeri ini. Bagi mereka yang lelah dengan kepemimpinan yang lemah, lama mengambil keputusan, selalu terkesan ragu-ragu tampaknya Prabowo adalah jawabannya. Bagi mereka yang muak dengan pemimpin yang sibuk selamatkan diri sendiri saat ada masalah maka Prabowo adalah pilihan yang patut dipertimbangkan. Dibanding memilih mengorbankan anak buahnya, Prabowo memilih untuk ambil alih tanggung jawab dan menanggung sendiri resikonya. Seorang kapten kapal yang baik bukanlah yang pertama selamatkan diri saat kapal tenggelam, tetapi justru yang terakhir. Seperti terlihat dalam film Titanic, ketika kapal sudah mulai tenggelam, kapten kapal memastikan semua penumpang selamat, dan akhirnya dirinya sendiri gagal selamat. Sayang, karir militer Prabowo yang gilang gemilang itu berakhir dengan cara yang kurang mengenakkan. Bahkan bisa dikatakan memilukan.
Prabowo bisa dikatakan pihak yang dikalahkan dalam proses perebutan kekuasaan dan pengaruh di tubuh militer pada masa-masa kritis tahun 1998. Berbicara tentang Prabowo kita tidak bisa lepas dari peristiwa kelam Mei 1998 yang mencoreng nama bangsa Indonesia selamanya. Sebagai pihak yang kalah Prabowo menjadi “kambing hitam” dari semua kejadian tersebut. Seperti kata pepatah, tinta sejarah adalah milik pemenang. Ini tentu saja berpotensi menjadi pengganjal pencapresannya. Stigma sebagai “penjahat kemanusiaan” pasti akan dimanfaatkan sebagai senjata lawan-lawan politiknya untuk menjatuhkan Prabowo. Jika memang benar Prabowo adalah tokoh yang bertanggung jawab terhadap peristiwa itu maka dia sudah menerima segala hukumannya. Bayangkanlah perasaan Prabowo yang karir gemilangnya di dunia militer yang begitu dicintainya itu harus berhenti dengan sejuta rasa malu dan aib. Lalu bagaimana jika semua itu tidak benar? Layakkah Prabowo tersandera oleh prasangka tanpa bukti? Lantas layak pulakah bangsa Indonesia kehilangan kesempatan untuk dipimpin oleh putra terbaiknya?
Jauh sebelum peristiwa Mei 98 proses penghancuran nama baik Prabowo sudah terjadi. Semua berawal dari rivalitas antara Prabowo dan Wiranto. Ketidak harmonisan Prabowo dan Wiranto memang sudah berlangsung sejak lama. Mungkin karena latar belakang keduanya yang jauh berbeda. Prabowo yang kosmopolitan cenderung memiliki pola pikir yang terbuka. Sementara Wiranto dengan latar belakang Jawa yang sangat kental lebih tertutup. Namun Prabowo yang terbiasa dengan persaingan terbuka sejak kanak-kanak menganggap rivalitas semacam itu sebagai hal biasa dan tidak dijadikan personal. Berbeda dengan Wiranto yang berlatar belakang sangat “Jawa Tradisional” itu, dia lebih mirip dengan Soeharto dalam menyikapi suatu rivalitas. Lihat saja nasib yang menimpa pesaing-pesaing Soeharto yang mengganggu karir militer atau politiknya di masa lalu. Jika tidak mati, membusuk di penjara. Salah satu contohnya adalah kawan saja, Fadjroel Rachman, yang sempat mendekam di Nusa Kambangan dan kehilangan teman-temannya. Fadjroel sendiri akhirnya bebas ketika Habibie menjadi presiden.
Indikasi ketidaksukaan Wiranto terlihat dengan absennya beliau sebagai Pangab (Panglima ABRI) dalam acara serah terima Pangkostrad Letjen Soegiono kepada Prabowo. Begitu juga saat pemberhentian secara hormat Prabowo sebagai perwira militer. Beliau mencopot tanda-tanda pangkat Prabowo dengan satu tangan saja. Proses berakhir secara paksanya karir militer Prabowo memang tidak bisa dilepaskan dari rivalitas perwira muda dan perwira tua. Prabowo sebagai gambaran perwira muda tentu saja menjadi sasaran tembak utama saat itu. Posisi Prabowo saat itu benar-benar terjepit. Di satu sisi dia adalah menantu penguasa yang sedang menjadi sasaran sentimen negatif rakyat. Di sisi lain akibat manuver Wiranto dkk, Soeharto yang masih punya pengaruh justru membencinya sampai ke ubun-ubun. Sampai-sampai kepada penggantinya Habibie, beliau menyampaikan pesan khusus untuk “mengamankan” Prabowo. Bagaimana hal tersebut bisa terjadi? Semua tidak terlepas dari peristiwa Mei yang mengerikan itu. Peristiwa yang hingga kini masih menghantui republik ini.
Ada 3 tuduhan utama yang diarahkan kepada Prabowo, yaitu: Penculikan akitivis, penembakan mahasiswa Trisakti, dan dalang kerusuhan Mei 1998. Tidak satupun tuduhan tersebut yang terbukti. Seandainya Prabowo bersalah bukankah Pangab saat itu Wiranto? Bukankah sebagai panglima beliau yang seharusnya paling bertanggung jawab? Mengapa hingga saat ini Prabowo tidak pernah diberitahu tentang hasil penyelidikan DKP sehingga tidak bisa membela diri? Mengenai penembakan mahasiswa Trisakti, Wiranto juga terkesan sengaja ‘buying time’ dengan tidak mengusut kasus ini secara cepat. Akibatnya tuduhan kembali ke Prabowo, yang jadi bulan-bulanan opini publik, dicurigai sebagai orang dibalik penembakan itu. Meski banyak sekali keanehan terhadap tuduhan ini namun fitnah sudah mencapai sasaran. Dan sekali lagi Prabowo terlanjur menjadi pesakitannya. Tuduhan mengarahkan Prabowo di balik penembakan, dengan konspirasi anggota kopasus memakai seragam Polri sebagai pelaku penembakan snipper. Teori konspirasi ini tidak pernah terbukti, karena peluru snipper diatas 7 mm dan proyektil peluru tertanam di korban kaliber 5,56 mm. Sementara korban dipilih secara acak. Kalau snipper akan memilih misalnya pemimpin demo atau target pilihan. Lima hari setelah insiden Trisakti, Prabowo datang ke rumah Herry Hartanto. Di bawah Alquran dia bersumpah. Di depan Syaharir Mulyo Utomo orang tua korban, “Demi Allah saya tidak pernah memerintahkan pembantaian mahasiswa.”
Perihal keterlibatan Prabowo atas penembakan mahasiswa Trisakti, tanggal 14 Mei terjadi pertemuan di Makostrad (Markas Komanda Staf Angkatan Darat) atas inisiatif Setiawan Djodi. Pertemuan antara Prabowo dan tokoh masyarakat, antara lain: Adnan Buyung Nasution, Setiawan Djodi, Fahmi Idris, Bambang Widjoyanto. Dalam pertemuan itu Prabowo ditanya tentang keterlibatannya. Prabowo menjawab, “Demi Allah saya tidak terlibat, saya di set-up.” Menurut Buyung terlihat jujur. Peristiwa selanjutnya semakin memperkuat ketidak terlibatan Prabowo atas peristiwa penembakan mahasiswa tersebut. Puspom ABRI Sjamsu Djalal menghadapi kesulitan memaksa Kapolri Dibyo Widodo untuk menyerahkan anggotanya yang dicurigai terlibat. Disinilah peran Wiranto terlihat.
17 hari setelah insiden itu berlalu baru Wiranto memanggil Dibyo untuk memerintahkan untuk menyerahkan anggota. Itupun anggota diserahkan ke Polda bukan ke POM ABRI. Padahal Polri saat itu masih menjadi bagian ABRI dan Pangabnya adalah Wiranto. Sementara senjata sebagai barang bukti baru diserahkan tanggal 19 Juni 98. Hampir satu bulan sejak peristiwa terjadi. Kelak tahun 2000, uji balistik di Belfast, Irlandia membuktikan bahwa peluru berasal dari anggota Polri unit gegana. Siapa sesungguhnya dibalik pristiwa itu? Siapa yang beri perintah? Jelas bukan Prabowo yang sebagai Pangkostrad tidak punya jalur komando ke Polri. Dalam militer, garis komando benar-benar diterapkan. Bagaimana dengan tuduhan Prabowo sebagai otak dibalik kerusuhan Mei 98? Benarkah dia yang bertanggung jawab atas peristiwa tersebut? Atau kembali lagi beliau dikorbankan akibat proses perebutan kekuasaan terselubung diantara para elit militer saat itu? Apakah benar kerusuhan tersebut terjadi karena spontanitas atau ‘crime by omission’ (kejahatan karena pembiaran) atau bahkan ‘terror by design’ (teror yang didesain)?
Mari kita kembali ke zaman yang tidak mengenakkan itu. Kadang untuk mencari kebenaran sejarah kita butuh “mesin waktu”. Tampaknya kita harus memanggil Doraemon ke sini sekarang. Kita juga membutuhkan testimoni para pelakunya yang saat ini masih hidup bahkan sedang berkuasa. Sedikit dari kita yang mengetahui apa peran SBY dalam proses pergantian kekuasaan saat itu. Padahal beliau juga cukup berperan. Sudah menjadi kepercayaan umum bahwa penembakan mahasiswa Trisakti mengakibatkan terjadinya kerusuhan besar-besaran. Benarkahkah demikian? Bukti-bukti menunjukkan bahwa kerusuhan Mei 98 itu bukanlah spontanitas kemarahan warga akibat peristiwa Trisakti. Adakah rekayasa pihak tertentu atau setidaknya pembiaran sehingga peristiwa itu bisa terjadi? Mari kita lihat secara jernih bukti-bukti yang ada.
Satu peristiwa yang bisa dijadikan kunci keterlibatan Wiranto pada peristiwa tersebut adalah kepergiannya ke Malang saat ibukota sedang genting-gentingnya. Sebab Wiranto sudah tahu akan ada kerusuhan di ibukota, tetapi tetap bersikukuh untuk pergi ke Malang. Acara di Malang adalah serah terima PPRC dari Divisi I ke Divisi II. Wiranto menjadi Inspektur upacara (irup) nya. Sebenarnya itu adalah acara rutin yang bisa diwakilkan. Bayangkan, untuk serah terima Pangkostrad saja dia bisa berhalangan hadir. Bagaimana mungkin dalam kondisi ibukota yang genting dia sebagai pemegang kunci komando lebih memilih jadi irup acara seremonial seperti itu? Sangat tidak bisa diterima akal sehat. Apalagi mengingat tanggal 13 Mei malam Wiranto memimpin rapat Garnisun Jakarta untuk menanyakan situasi terakhir. Lebih mencurigakan lagi bahwa Kasum TNI Fahariur Razi saat itu sudah ditunjuk Pangkostrad Prabowo menjadi irup di Malang. Tetapi sekonyong-konyong diambil alih oleh Wiranto. Suatu kebetulan atau kesengajaan? Mungkinkah Wiranto sebagai Pangab tidak tahu menahu kondisi Jakarta? Dalam kondisi ibukota terjadi kerusuhan Wiranto malah pergi ke Malang dengan mengajak komandan-komandan seperti Danjen kopasus, komandan Marinir, dll. Lebih mencurigakan lagi sebenarnya Prabowo sudah brulang kali menghubungi Wiranto untuk membatalkan kepergiannya. Wiranto menjawab “Show must goon”. Ini mirip dengan Soeharto tahu akan gerakan 30 September namun sengaja tidak melakukan tindakan apapun untuk mencegahnya.
Sebelumnya, saat situasi makin mengarah rusuh 12 Mei 1998 Panglima TNI Wiranto tidak memerintahkan pasukan untuk berada di Jakarta. Atas permintaan Pangdam Jaya yang mendapat perintah dari Mabes ABRI, Pangkostrad Prabowo kemudian membantu pengamanan ibukota. Pangkostrad Prabowo kemudian membantu Pangdam Jaya dengan mendatangkan pasukan dari Karawang, Cilodong, Makasar, dan Malang untuk membantu Kodam. Tetapi sekali lagi Wiranto tidak mau memberi bantuan pesawat Hercules sehingga Prabowo mencarter sendiri pesawat Garuda dan Mandala. Seharusnya jika negara dalam keadaan genting seperti itu panglima wajib mengambil alih komando dan secara fisik wajib berada di lokasi. Tetapi yang terjadi justru tidak terlihat sedikitpun i’tikad baik Wiranto untuk mencegah terjadinya kekacauan yang menelan korban hingga ribuan orang tersebut. Anehnya justru belakangan kubu Wiranto yang melemparkan kesalahan kepada Prabowo yang dianggap mengakibatkan kerusuhan itu. Bukankah Wiranto sudah menggelar rapat Garnisun tanggal 13 Mei untuk menanyakan situasi terakhir? Apakah Zaki Anwar Makarim sebagai ketua Badan Intelijen ABRI tidak pernah mengingatkan Wiranto akan ada kerusuhan? Bukankah Prabowo sendiri sudah mengingatkan Wiranto akan terjadi kerusuhan dan mencegahnya pergi ke Malang? Mengapa Wiranto tidak bergeming? Lantas apa sebenarnya tujuan Wiranto membentuk Pam Swakarsa?
Pam Swakarsa ini rencananya akan dipakai sebagai perlawanan kalangan sipil terhadap demo yang semakin menjadi-jadi saat itu. Untuk Pam Swakarsa sendiri, memiliki produk “unggulan” yaitu Front Pembela Islam (FPI) yang kemudian direspon oleh hadirnya Jaringan Islam Liberal (JIL). Namun belakangan dicurigai bahwa justru Pam Swakarsa inilah salah satu penyulut kerusuhan Mei tersebut. Jauh sebelum peristiwa Mei terjadi, mantan Kakostrad Kivlan Zein bersaksi bahwa dialah yang diperintahkan Wiranto untuk membentuk Pam Swaraksa. Mengapa Wiranto menolak permohonan bantuan Hercules Prabowo sehingga dia harus mencarter sendiri pesawat Garuda dan Mandala? Mengapa saat Prabowo mengerahkan pasukan untuk berusaha menghentikan penjarahan “sistematis” toko-toko, justru Panglima TNI melalui Kasum Fahariur Razi malah melarang pengerahan pasukan untuk membantu Kodam Jaya? Mengapa panser-panser dan pasukan yang sudah siap saat itu tidak bisa bergerak karena menunggu perintah yang tidak kunjung datang? Keragu-raguankah atau kesengajaan? Yang jelas akibatnya ribuan nyawa melayang sia-sia, ratusan wanita diperkosa, aset-aset pribadi dibumi hanguskan.
Bukti lain semakin mengarah kepada Wiranto sebagai dalang sesungguhnya dari kerusuhan Mei 98 dari pengakuan mantan Ka Puspom ABRI Sjamsu Djalal. Melihat kondisi ibukota yang semakin tidak terkendali, beliau menyarankan untuk memberlakukan jam malam. Namun Wiranto tidak bergeming. Artinya ada lebih dari satu orang yang memberi peringatan kepada Wiranto saat itu. Jadi keputusannya berangkat ke Malang adalah bagian dari “rencana”. Makin terkuak disini bahwa Prabowo yang justru berupaya mengamankan situasi malah dijadikan kambing hitam sebagai pelaku kudeta.
Pertanyaan selanjutnya adalah, benarkah kerusuhan Mei itu murni spontanitas warga atau karena rekayasa dalam kaitan perebutan kekuasaan saat itu? Mengenai pembentukan Pam Swakarsa, Kivlan Zein sudah memberi testimoni bahwa itu adalah bentukan Wiranto. Dia yang ditugasi perintah pembentukan Pam Swakarsa diberikan oleh Wiranto. Dia panggil Kivlan Zein untuk meminta dana dari Setiawan Djodi. Pertemuan ini diatur oleh Jimmly Asshidiqie. Dalam pertemuan tersebut Wiranto mengatakan ini perintah Habibie. Jimmly akrab dengan Habibie dalam ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia). Kerusuhan yang terjadi karena spontanitas biasanya meluas dengan menjalar. Tidak serempak dimulai di seluruh penjuru kota dalam waktu yang bersamaan. Satu-satunya jawaban yang bisa diterima akal sehat adalah bahwa kerusuhan itu terjadi “by design”, dimulai berdasarkan komando pihak-pihak tertentu. Mengapa pada pagi hari tanggal 14 Mei ada pasukan dari Solo diterbangkan ke Jakarta dan mendarat di Halim? Disaat yang sama kerusuhan terjadi bersamaan antara Jakarta dan Solo. Semua terjadi pada pagi hari di waktu yang persis bersamaan. Tidak ada jeda. Seolah-olah mengisyaratkan bahwa kerusuhan di kedua kota ini sudah direncanakan matang sebelumnya dan dibawah komando yang sama. Disaat massa mulai menjarah di Jakarta disaat yang sama kejadian serupa terjadi di Solo. Modusnya sama persis. Jika kerusuhan itu spontanitas, mengapa dimulai secara serempak di berbagai penjuru Jakarta sekaligus Solo?
Di salah satu pertokoan, ada kesaksian seorang ibu yang mencari anaknya yang ikut masuk ke Jogja Plaza karena disuruh seseorang. Tetapi dilantai 2 ditampar dan disuruh keluar dan akhirnya keluar sebelum pintu ditutup dari luar. Kita tahu akhirnya Jogja Plaza dibakar. Mungkinkah mahasiswa atau penduduk urban sengaja memasukkan massa ke dalam gedung lalu membakarnya dari luar? Atau ada pihak tertentu yang sengaja memobilisasi massa supaya terjadi kondisi kekacauan yang memungkinkan pihak-pihak tertentu ambil peranan? Sebagaimana yang kita ketahui selanjutnya, kondisi kacau itu sendiri akhirnya mempercepat proses jatuhnya Soeharto dari tampuk kekuasaan. Lalu siapakah yang diuntungkan dari jatuhnya Soeharto? Adakah Wiranto dkk atau Prabowo? Yang jelas sesaat setelah lengsernya Soeharto, Wiranto sebagai Pangab dengan mudahnya menghancurkan karir militer Prabowo.
Dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada aktivis mahasiswa 98, disini disampaikan bahwa sesungguhanya kejatuhan Soeharto bukan karena demo. Tetapi lebih karena pengkhianatan para elit, baik sipil maupun militer yang mana mereka sesungguhnya bagian dari kroni Soeharto sendiri. Peristiwa jatuhanya Soeharto dari kekuasaanya itu sendiri lebih tepat dikatakan hasil dari sebuah kudeta halus (soft coup) yang memanfaatkan demonstrasi mahasiswa yang merebak dimana-mana sebagai “pemicu”nya.
Rupanya dalam suasana genting jatuhanya kekuasaan Soeharto itu diwarnai pula oleh rivalitas yang muncul ke permukaan diantara para perwira ABRI. Akibat lemahanya kepemimpinan Wiranto sebagai Pangab ditambah suasana yang tidak menentu. Masing-masing perwira berusaha mencari manfaat atas situasi tersebut. Para perwira berusaha “berinvestasi” pada masa depan masing-masing, setidaknya mengamankan posisi mereka masing-masing. Pada saat itu terlihat jelas di tubuh ABRI sendiri tidak solid dibawah satu komando. Masing-masing punya agenda sendiri-sendiri dan saling curiga satu sama lain.
Salah satu contohnya adalah adanya siaran pers dari puspen (pusat penerangan) ABRI menjelang berakhirnya kekuasaan Soeharto. Siaran pers yang walau dibantah langsung oleh Wiranto namun turut mempercepat proses lengsernya Soeharto. Salah satu isi dari rilis tersebut adalah dukungan terhadap sikap PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) yang mendukung Presiden Soeharto lengser. Sebenarnya itu bukan merupakan rilis resmi ABRI karena tidak memakai kop surat dan tidak ditanda tangani. Menurut Makodongan, siaran pers dukungan terhadap sikap PBNU itu dibuat oleh Mardianto dan Kasospol saat itu, SBY. Meski tengah malam itu juga Wiranto membangunkan seluruh perwira untuk menarik rilis itu dari seluruh media massa agar tidak diterbitkan. Namun sudah terlanjur beredar dan Soeharto yang tahu tentang ini semakin kehilangan perspektif terhadap kondisi lapangan, terutama mengenai dukungan ABRI. Kejadian ini semakin memperburuk hubungan Prabowo dan Wiranto karena dia menganggap Prabowo-lah yang mengadukan ini ke Presiden.
Tanggal 18 Mei Harmoko yang selalu menjilat Soeharto akhirnya menjadi “Brutus” dengan meminta beliau secara arif dan bijaksana untuk mundur. Sikap Harmoko ini cukup mengejutkan mengingat keberadaannya sebagai Ketua DPR/MPR adalah semata-mata untuk mengamankan kekuasaan Soeharto. Sebelumnya dia selalu langganan dipilih sebagai menteri oleh Soeharto. Bisa dikatakan dia memperoleh segala-galanya karena Soeharto. Namun karena desakan mahasiswa dan tokoh masyarakat akhirnya dia memilih untuk menyelamatkan diri sendiri. Namun begitu pernyataan pemimpin DPR/MPR itu, disambut gegap gempita oleh mahasiswa yang menduduki gedung DPR dan masyarakat seluruh Indonesia. Tetapi kegembiraan itu tidak berlangsung lama karena sekitar pukul 23:00 WIB Wiranto menyampaikan bahwa ABRI menolak pernyataan Harmoko itu.
Melihat situasi yang semakin tidak menguntungkan kekuasaannya sebenarnya Soeharto sudah berniat mundur dari jabatannya. Namun dia ingin memastikan pasca mundurnya dia sebagai presiden tidak ada kekacauan yang membuka peluang bagi militer untuk berkuasa. Tanggal 19 Mei dibuatlah pertemuan dengan beberapa tokoh masyarakat, seperti Gus Dur, Nurcholis Madjid, Emha Ainun Nadjib, dll, minus Amien Rais. Dalam pertemuan tersebut Soeharto menyatakan akan membentuk Kabinet Reformasi yang akan menyiapkan pemilu. Sementara itu menjelang rencana Amien Rais yang akan mengumpulkan massa di Monas tanggal 19 Mei, Wiranto mengadakan rapat di Mabes. Dalam rapat yang dihadiri para perwira tinggi militer itu kembali muncul perbedaan antara Prabowo dan Wiranto. Dalam rapat itu Wiranto mengatakan bahwa perintah yang dibuat adalah mencegah masuknya pendemo dengan segala cara (at all cost). Prabowo bertanya berulang-ulang apa maksud perintah itu? Apakah akan digunakan peluru tajam? Pertanyaan tersebut tidak dijawab dengan jelas oleh Wiranto. Kivlan Zein menggelar tank dan panser dengan perintah, “Lindas saja mereka yang memaksa masuk Monas!” Kivlan Zein meminta Prabowo agar Amien Rais membatalkan rencana demo sejuta umat di Monas. “Dari pada saya dimusuhi umat Islam lebih baik saya tangkap Amien Rais” kata Kivlan. Akhirnya Amien Rais membatalkan rencana demo di Monas.
Saat menghadapi Habibie, Prabowo berkata, “Pak, bapak sepuh mungkin akan lengser siapkah anda menggantikannya?” Bapak sepuh adalah sapaan Prabowo kepada Soeharto yang saat itu menjadi mertuanya. Selanjutnya Prabowo meminta Habibie untuk mempersiapkan diri. Disini terlihat bahwa Prabowo merasa tidak punya masalah dengan Habibie. Jika kita membaca ulang berita-berita media jauh sebelumnya, juga tampak jelas hubungan kedua tokoh ini sangat akrab. Berulang kali Prabowo menyampaikan kekagumannya pada Habibie, begitu juga sebaliknya. Prabowo yang berhasil meredakan situasi merasa akan mendapat pujian. Maka datanglah dia ke Cendana. Tapi celaka, disitu sudah ada kelompok Wiranto yang duduk bersama-sama dengan Soeharto dan putra-putrinya. Rupanya disitu Wiranto “mengadukan” tentang manuver Prabowo yang mengindikasikan dia runtang-runtung dengan Habibie dan para aktivis. Saat dia tiba, Mamiek langsung menghardik Prabowo dengan kasar sambil mengacungkan telunjuk hanya satu inci dari hidung Prabowo. Sambil berkata, “Kamu pengkhianat! Jangan injakkan kakimu di rumah saya lagi!” Prabowo keluar menunggu sambil bilang, “Saya butuh penjelasan”. Titiek –istri Prabowo- hanya bisa menangis, lalu dia pulang. Saat itu sesungguhnya Prabowo sudah dikalahkan, kalah oleh lobi dan pendekatan Wiranto yang meyakinkan. Dalam kondisi gamang seperti itu memang Soeharto sangat rentan menerima informasi yang dipelintir. Hal yang sama akan terulang kembali pada Habibie. Kali ini Wiranto sendiri mengakui ada informasi yang salah ditangkap Habibie dari dirinya.
Sementara itu Habibie yang merasa terancam dengan rencana pembentukan Kabinet Reformasi mengeluarkan kartu As-nya. Dia dan 14 menteri ekuin di bawah Ginandjar Kartasasmita menyampaikan keberatannya untuk menjadi bagian dari Kabinet Reformasi. Soeharto merasa benar-benar terpukul atas kejadian terakhir ini karena merasa ditinggalkan. Apalagi diantara mereka ada yang dianggap sebagai orang-orang yang dia “selamatkan”. Malam itu Soeharto terlihat gugup dan bimbang. Suatu kejadian langka. Namun disaat-saat penuh kekecewaan itu hadir sahabat-sahabat sejati yang menunjukkan kesetiaannya. Malam itu hadir di Cendana para mantan wapres menyampaikan dukungannya; Umar Wirahadikusuma, Sudharmono, Try Sutrisno. Sekitar pukul 23:00 WIB Soeharto memanggil Yusril Ihza Mahendra, Saadilah Mursayaid, dan Wiranto. Beliau menyampaikan bahwa besok akan menyerahkan kekuasaan kepada Habibie. Esok paginya, Harmoko, Syarwan Hamid, Abdul Gafur, Fatimah Ahmad, dan Ismail Hasan Metareum menemui Soeharto di ruang Jepara.
“Ada dokumen lain lagi?” Tanya Soharto.
“Tidak Pak.” jawab Harmoko.
“Baik kalian tunggu saja disini, saya akan melaksanakan pasal 8 UUD 45.” Tutur Soeharto.
Di Credential Room Soeharto bertemu Habibie tetapi Soeharto melengos. Soeharto sangat sakit hati dengan murid kesayangannya ini. Selesai menyampaikan pidato pengunduran dirinya, dia menyalami Habibie dan kembali ke ruang Jepara. Kepada para pimpinan DPR/MPR itu dia berkata, “Saya sudah bukan presiden lagi”. Mbak Tutut sembab matanya karena menangis. Harmoko melongo. Pagi itu adalah pertemuan terakhir Soeharto dan Habibie. Bahkan saat kritis menjelang ajalnyapun Habibie dilarang menemui Soeharto.
Hubungan Soeharto dan Habibie adalah hubungan panjang dua manusia yang berhasil menjadi pemimpin negeri ini. Soeharto sudah mengenal Habibie sejak Habibie masih anak-anak. Bahkan saat ayah Habibie meninggal Soeharto-lah yang menyolatkannya. Soeharto-lah yang menutupkan mata ayah Habibie saat meninggal dunia. Bahkan dalam buku biografinya Soeharto tidak segan-segan menunjukkan kepercayaan dan rasa sayangnya terhadap Habibie. Soeharto pula yang mengirim utusan untuk menjemput Habibie di Jerman untuk kembali ke Indonesia. Kita belajar dari sini. Bagaimana demi kedudukan hubungan umat manusia yang begitu dalam mampu dikorbankan.
Sekitar pukul 23:00 WIB Prabowo dan Muhdi bertemu dengan Habibie di kediamannya untuk memberi dukungan pada presiden baru. Namun keesokannya pada tanggal 22 Mei, selesai Sholat Jumat Prabowo mendapat kabar mengejutkan. Bagai petir di siang bolong, Prabowo di Makostrad ditelepon Mabes AD, diminta menanggalkan benderanya. Perintah itu tak lain artinya bahwa jabatannya dicopot. Prabowo mengingat perkataan Habibie jauh sebelumnya, “Prabowo, kapan pun kamu ragu temui saya, jugan pikirkan protokoler!” Maka Prabowo menemui Habibie yang sudah menjadi presiden dan berkata, “Ini penghinaan bagi keluarga saya dan keluarga mertua saya.” Habibie menjelaskan kalau dia mendapatkan laporan dari Pangab bahwa ada gerakan pasukan Kostrad menuju Jakarta, Kuningan, dan istana. Prabowo minta setidaknya 3 bulan di Kostrad. Habibie menolak. “Tidak, sampai matahari terbenam anda harus menyerahkan semua pasukan!” Dari sini kembali terlihat, untuk kedua kalinya Prabowo dikalahkan oleh lobi dan pendekatan Wiranto. Kelak, Wiranto sendiri mengakui bahwa ada kemungkinan informasi yang diberikan diterima secara salah oleh Habibie. Namun kesalahpahaman apapun itu, Prabowo sudah terlanjur menjadi pihak yang dirugikan. Hancurlah karir militer yang begitu gilang gemilang.
Kita tidak pernah tahu apakah baik Soeharto maupun Habibie sama-sama salah mengartikan informasi yang disampaikan Wiranto, atau memang ada kesengajaan melakukan miss-informasi terhadap Prabowo mengingat persaingan internal ABRI saat itu. Demikian akhir tulisan singkat mengenai Sang Jenderal Terbuang. (su)

Selasa, 29 April 2014

Kritikan Nurmilaty Abadiah Kepada Menteri Pendidikan Nasional (Copas dari tetangga)

Kasus perjokian ujian nasional (unas) tingkat SMA marak terjadi di Surabaya. Kasus ini menjadi keprihatinan Nurmillaty Abadiah.

Melalui akun facebooknya, Nurmillaty yang mengaku sebagai pelajar SMA Khadijah Surabaya ini mengungkapkan beragam kritiknya. Tidak hanya tentang kasus perjokian, dia juga mengkritisi kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia Mohammad Nuh.

Berikut surat terbuka yang buat Nurmillaty kepada Mendikbud:

Dilematika UNAS: Saat Nilai Salah Berbicara

Sebuah surat terbuka, untuk Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat,

di tempat.



    16. Mencontek adalah sebuah perbuatan…


    a. terpaksa


    b. terpuji


    c. tercela


    d. terbiasa


    Ardi berhenti di soal nomor enam belas itu, salah satu soal ulangan Budi Pekerti semasa dia kelas 2 SD dulu. Ia tertegun, dan hatinya berdenyut perih saat dilihatnya sebuah coretan menyilang pilihan jawaban C. Coretan tebal, panjang, ciri khas si Ardi kecil yang menjawab nomor itu tanpa ragu, melainkan dengan penuh keyakinan…

    Handphonenya berdering pelan, sebuah SMS masuk. Ardi membukanya, dan ia menghela nafas dalam-dalam begitu membaca isinya.

    Jadi gimana Di, ikutan pakai ‘itu’ nggak? 

    Barangkali bukan kebetulan Ardi menemukan soal-soal ulangan SD-nya saat ia mau mencari buku-buku lamanya, barangkali bukan kebetulan Ardi membaca soal nomor enam belas dan jawaban polosnya itu, sebab denyut perih di hatinya baru mereda setelah ia mengirim sebaris kalimat yakin…

    Nggak, Jo, aku mau jujur aja.

    Sebuah balasan pahit mampir selang beberapa detik setelahnya,

    Ah, cemen kamu.

    Tapi tidak, Ardi tak goyah. Ia mengulum senyum dan batinnya berbisik pelan, salah, Jo.   

    Jujur itu keren.

UNAS. Sebuah jadwal tahunan yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk mengevaluasi hasil belajar siswa selama tahun-tahun sebelumnya. Sebuah penentu kelayakan seorang siswa untuk lulus dari jenjang pendidikan yang sudah dia jalani atau tidak. UNAS sudah sejak lama ada, meliputi berbagai tingkat pendidikan, mulai dari SD, SMP, sampai yang terakhir, yakni SMA. Sudah sejak lama pula UNAS menuai pro dan kontra, yang mana rupanya kontra itu belakangan ini berhasil 'memaksa' pemerintah untuk menghapuskan UNAS di tingkatan SD. Sedang untuk tingkat SMP dan SMA, kemungkinan itu masih harus menunggu.

Tiap kali UNAS akan digelar, seluruh elemen masyarakat ikut tertarik ke dalam pusaran perbincangannya. Perdebatan tentang perlu-tidaknya diadakan UNAS tak pernah absen dari obrolan ringan di warung kopi, dan acara-acara yang mengklaim ingin memotivasi para peserta UNAS pun bermunculan di berbagai channel televisi. Di sela-sela program motivasi itu, jikalau ada sesi tanya-jawab, hampir bisa dipastikan akan ada seorang partisipan yang melempar tanya:

"Bagaimana dengan kecurangan UNAS?"

Ah, ya, UNAS memang belum pernah lepas dari ketidakjujuran.

Sekarang, jangan marah jika saya bilang bahwa UNAS identik dengan kecurangan. Sebab jika tidak, pertanyaan itu tidak akan terlalu sering terdengar. Tapi nyatanya, semakin lama pertanyaan itu semakin berdengung di tiap sudut daerah yang punya lembaga pendidikan; dan tahukah apa yang menyedihkan? Yang paling menyedihkan adalah saat lembaga-lembaga pendidikan itu, tempat kita belajar mengeja kalimat 'kejujuran adalah kunci kesuksesan' itu, hanya mampu tersenyum tipis dan menahan kata di depan berita-berita ketidakjujuran yang simpang-siur di berbagai media.

UNAS dengan segala problematika dan dilematika yang dibawanya memang tak pernah habis untuk dikupas, dan sayangnya ia tak pernah bosan pula menemui jalan buntu. Dari tahun ke tahun selalu ada laporan tentang kecurangan, tetapi ironisnya setiap tahun itu pula pemerintah tetap tersenyum dan mengabarkan dengan bahagia bahwa 'UNAS tahun ini mengalami peningkatan, kelulusan tahun ini mengalami kenaikan, rata-rata tahun ini mengalami kemajuan', dan hal-hal indah lainnya. Dulu, saat saya belum menginjak kelas tiga, saya berpikir bahwa grafik itu benar adanya dan saya pun terkagum-kagum oleh peningkatan pendidikan yang dialami oleh generasi muda Indonesia.

Tetapi sekarang, sebagai pelajar yang baru saja menjalani UNAS... dengan berat hati saya mengaku bahwa saya tidak bisa lagi percaya pada dongeng-dongeng itu. Sebagai pelajar yang baru saja menjalani UNAS, saya justru punya banyak pertanyaan yang saya pendam dalam hati saya. Banyak beban pikiran yang ingin saya utarakan kepada Bapak Menteri Pendidikan. Tapi tenang saja, Bapak tidak perlu menjadi pembaca pikiran untuk tahu semua itu, karena saya akan menceritakannya sedikit demi sedikit di sini. Dari berbagai kekalutan dan tanda tanya yang menyesaki otak sempit saya, saya merumuskannya menjadi tiga poin penting...

Pertama, tentang kesamarataan bobot pertanyaan-pertanyaan UNAS, yang tahun ini Alhamdulillah ada dua puluh paket.

Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat... pernah tidak terpikir oleh Bapak bagaimana caranya seorang guru Bahasa Indonesia bisa membuat 20 soal yang berbeda, dengan tingkat kesulitan yang sama, untuk satu SKL saja? Pernah tidak terpikir oleh Bapak bagaimana caranya seorang guru Biologi membuat 20 soal yang berbeda, dengan taraf kesulitan yang sama, hanya untuk satu indikator 'menjelaskan fungsi organel sel pada tumbuhan dan hewan'?

Menurut otak sempit saya, sejujurnya, itu mustahil. Mau tidak mau akan ada satu tipe soal yang memuat pertanyaan dengan bobot lebih susah dari tipe lain. Hal ini jelas tidak adil untuk siswa yang kebetulan apes, kebetulan mendapatkan tipe dengan soal susah sedemikian itu. Sebab orang tidak akan pernah peduli apakah soal yang saya terima lebih susah dari si A atau tidak. Manusia itu makhluk yang seringkali terpaku pada niai akhir, Pak. Orang tidak akan pernah bertanya, 'tipe soalmu ada berapa nomor yang susah?' melainkan akan langsung bertanya, 'nilai UNASmu berapa?'.

Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat, di sini Bapak akan beralasan, barangkali, bahwa jika siswa sudah belajar, maka sesusah apapun soalnya tidak akan bermasalah. Tapi coba ingat kembali, Pak, apa sih tujuan diadakannya Ujian Nasional itu? Membuat sebuah standard untuk mengevaluasi siswa Indonesia, 'kan? Untuk menetapkan sebuah garis yang akan jadi acuan bersama, 'kan? Sekarang, bagaimana bisa UNAS dijadikan patokan nasional saat antar paket saja ada ketidakmerataan bobot soal? Ini belum tentang ketidakmerataan pendidikan antar daerah, lho, Pak.

Kedua, tentang pertanyaan-pertanyaan UNAS tahun ini, yang, menurut saya, menyimpang dari SKL.

Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat, saya tahu Bapak sudah mengklarifikasinya di twitter, bahwa soal tahun ini bobot kesulitannya di naikkan sedikit (saya tertawa miris di bagian kata 'sedikit' ini). Tapi, aduh, jujur saya bingung juga Pak bagaimana menanggapinya. Pertama, bobot soal kami dinaikkan hanya sampai standard Internasional. Kedua, konfirmasi itu Bapak sampaikan setelah UNAS selesai. Saya jadi paham kenapa di sekolah saya disiapkan tabung oksigen selama pelaksanaan UNAS. Mungkin sekolah khawatir kami pingsan saking bahagianya menemui soal-soal itu, 'kan?

Bapak, saya tidak mengerti, benar-benar tidak mengerti... apa yang ada di pikiran Bapak-Bapak semua saat membuat, menyusun, dan mencetak soal-soal itu? Bapak mengatakan di twitter Bapak, 'tiap tahun selalu ada keluhan siswa karena soal yang baru'. Tapi, Pak, sekali ini saja... sekali ini saja saya mohon, Bapak duduk dengan santai, kumpulkan contoh soal UNAS tahun dua ribu sebelas, dua ribu dua belas, dua ribu tiga belas, dan dua ribu empat belas. Dengan kepala dingin coba Bapak bandingkan, perbedaan tingkat kesulitan dua ribu sebelas dengan dua ribu dua belas seperti apa. Perbedaan bobot dua ribu dua belas dengan dua ribu tiga belas seperti apa. Dan pada akhirnya, coba perhatikan dan kaji baik-baik, perbedaan tipe dan taraf kerumitan soal dua ribu tiga belas dengan dua ribu empat belas itu seperti apa.

Kalau Bapak masih merasa tidak ada yang salah dengan soal-soal itu, saya ceritai sesuatu deh Pak. Bapak tahu tidak, saat hari kedua UNAS, saya sempat mengingat-ingat dua soal Matematika yang tidak saya bisa. Saya ingat-ingat sampai ke pilihan jawabannya sekalipun. Kemudian, setelah UNAS selesai, saya pergi menghadap ke guru Matematika saya untuk menanyakan dua soal itu. Saya tuliskan ke selembar kertas, saya serahkan ke beliau dan saya tunggu. Lalu, hasilnya? Guru Matematika saya menggelengkan kepalanya setelah berkutat dengan dua soal itu selama sepuluh menit. Ya... beliau bilang ada yang salah dengan kedua soal itu. Tetapi yang ada di kepala saya hanya pertanyaan-pertanyaan heran...

Bagaimana bisa Bapak menyuruh saya menjawab sesuatu yang guru saya saja belum tentu bisa menjawabnya?

Tidak diuji dulukah kevalidan soal-soal UNAS itu?

Bapak ujikan ke siapa soal-soal itu? Para dosen perguruan tinggi? Mahasiswa-mahasiswa semester enam?

Lupakah Bapak bahwa nanti yang akan menghadapi soal-soal itu adalah kami, para pelajar kelas tiga SMA dari seluruh Indonesia?

Haruskah saya ingatkan lagi kepada Bapak bahwa di Indonesia ini masih ada banyak sekolah-sekolah yang jangankan mencicipi soal berstandard Internasional, dilengkapi dengan fasilitas pengajaran yang layak saja sudah sujud syukur?

Etiskah menuntut sebelum memberi?

Etiskah memberi kami soal berstandard Internasional di saat Bapak belum mampu memastikan bahwa seluruh Indonesia ini siap untuk soal setingkat itu?

Pada bagian ini, Bapak mungkin akan teringat dengan berita, 'Pelajar Mengatakan bahwa UNAS Menyenangkan'. Kemudian Bapak akan merasa tidak percaya dengan semua yang sudah saya katakan. Kalau sudah begitu, itu hak Bapak. Saya sendiri juga tidak percaya kenapa ada yang bisa mengatakan bahwa UNAS kemarin menyenangkan. Awalnya saya malah mengira bahwa itu sarkasme, sebab sejujurnya, tidak sedikit teman-teman saya yang menangis sesudah mengerjakan Biologi. Mereka menangis lagi setelah Matematika dan Kimia. Lalu airmata mereka juga masih keluar seusai mengerjakan Fisika. Sekarang, di mana letak 'UNAS menyenangkan' itu? Bagi saya, hanya ada dua jawabannya; antara narasumber berita itu memang sangat pintar, atau dia menempuh jalan pintas...

Jalan pintas itu adalah hal ketiga yang menganggu pikiran saya selama UNAS ini. Sebuah bentuk kecurangan yang tidak pernah saya pahami mengapa bisa terjadi, yaitu joki.

Mengapa saya tidak paham joki itu bisa terjadi? Sebab, setiap tahun pemerintah selalu gembar-gembor bahwa "Soal UNAS aman! Tidak akan bocor! Pasti terjamin steril dan bersih!", tetapi ketika hari H pelaksanaan... voila! Ada saja joki yang jawabannya tembus. Jika bocor itu paling-paling hanya lima puluh persen benar, ini ada joki yang bisa sampai sembilan puluh persen akurat. Sembilan puluh persen! Astaghfirullah hal adzim, itu bukan bocor lagi namanya, melainkan banjir. Kemudian ajaibnya pula, yang sudah dilakukan pemerintah untuk menanggulangi hal ini sepanjang yang saya lihat baru satu: menambah tipe soal! Kalau sewaktu saya SD dulu tipe UNAS hanya satu, sewaktu SMP beranak-pinak menjadi lima. Puncaknya sewaktu SMA ini, berkembang-biak menjadi 20 paket soal. Pemerintah agaknya menganggap bahwa banyaknya paket soal akan membuat jawaban joki meleset dan UNAS dapat berjalan mulus, murni, bersih, sebersih pakaian yang dicuci pakai detergen mahal.

Iya langsung bersih cling begitu, toh?

Nyatanya tidak.

Sekalipun dengan 20 paket soal, joki-joki itu rupanya masih bisa memprediksi soal sekaligus jawabannya. Peningkatan jumlah paket itu hanya membuat tarif mereka makin naik. Setahu saya, mereka bahkan bisa menyertakan kalimat pertama untuk empat nomor tententu di tiap paket agar para siswa bisa mencari yang mana paket mereka. Lho, kok bisa? Ya entah. Tidak sampai di sana, jawaban yang mereka berikan pun bisa tembus sampai di atas sembilan puluh persen. Lho, kok bisa? Ya sekali lagi, entah. Seperti yang saya bilang, kalau sudah sampai sembilan puluh persen akurat begitu bukan bocor lagi namanya, melainkan banjir bandang. Saat joki sudah bisa menyertakan soal, bukan hanya jawaban, maka adalah sebuah misteri Ilahi jika pemerintah masih sanggup bersumpah tidak ada main-main dari pihak dalam.

Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat, saya memang hanya pelajar biasa. Tapi saya juga bisa membedakan mana jawaban yang mengandalkan dukun dan mana jawaban yang didapat karena sempat melihat soal. Apa salah kalau akhirnya saya mempertanyakan kredibilitas tim penyusun dan pencetak soal? Sebab jujur saja, air hujan tidak akan menetesi lantai rumah jika tidak ada kebocoran di atapnya.

Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat... tiga hal yang saya paparkan di atas sudah sejak lama menggumpal di hati dan pikiran saya, menggedor-gedor batas kemampuan saya, menekan keyakinan dan iman saya.

Pernah terpikirkah oleh Bapak, bahwa tingkat soal yang sedemikian inilah yang memacu kami, para pelajar, untuk berbuat curang? Jika tidak... saya beritahu satu hal, Pak. Ada beberapa teman saya yang tadinya bertekad untuk jujur. Mereka belajar mati-matian, memfokuskan diri pada materi yang diajarkan oleh para guru, dan berdoa dengan khusyuk. Tetapi setelah melihat soal yang tidak berperikesiswaan itu, tekad mereka luruh. Saat dihadapkan pada soal yang belum pernah mereka lihat sebelumnya itu, mereka runtuh. Mereka menangis, Pak. Apa kesalahan mereka sehingga mereka pantas untuk dibuat menangis bahkan setelah mereka berusaha keras? Beberapa dari mereka terpaksa mengintip jawaban yang disebar teman-teman, karena dihantui oleh perasaan takut tidak lulus. Beberapa lainnya hanya bisa bertahan dalam diam, menggenggam semangat mereka untuk jujur, berdoa di antara airmata mereka... berharap Tuhan membantu.

Saya tidak bisa sepenuhnya menyalahkan teman-teman yang terpaksa curang setelah mereka belajar tetapi soal yang keluar seperti itu. Kami mengemban harapan dan angan yang tak sedikit di pundak kami, Pak. Harapan guru. Harapan sekolah. Harapan orangtua. Semakin jujur kami, semakin berat beban itu. Sebelum sampai di gerbang UNAS, kami telah melewati ulangan sekolah, ulangan praktek, dan berbagai ulangan lainnya. Tenaga, biaya, dan pikiran kami sudah banyak terkuras. Tetapi saat kami menggenggam harapan dan doa, apa yang Bapak hadapkan pada kami? Soal-soal yang menurut para penyusunnya sendiri memuat soal OSN. Yang benar saja, Pak. Saya tantang Bapak untuk duduk dan mengerjakan soal Matematika yang kami dapat di UNAS kemarin selama dua jam tanpa melihat buku maupun internet. Jika Bapak bisa menjawab benar lima puluh persen saja, Bapak saya akui pantas menjadi Menteri. Kalau Bapak berdalih 'ah, ini bukan bidang saya', lantas Bapak anggap kami ini apa? Apa Bapak kira kami semua ini anak OSN? Apa Bapak kira kami semua pintar di Matematika, Fisika, Biologi, Kimia, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris sekaligus? Teganya Bapak menyuruh kami untuk lulus di semua bidang itu? Sudah sepercaya itukah Bapak pada kecerdasan kami?

Tidak.

Tentu saja Bapak tidak sepercaya itu pada kami. Sebab jika Bapak percaya, Bapak tidak akan sampai terpikir untuk membuat dua puluh paket soal, padahal lima paket saja belum tentu bobot soal kelima paket itu seratus persen sama. Jika Bapak percaya, Bapak tidak akan sengaja meletakkan persentase UNAS di atas persentase nilai sekolah untuk nilai akhir kami, padahal belum tentu kemurnian nilai UNAS itu di atas kemurnian nilai sekolah. Jika Bapak percaya, Bapak tidak akan merasa perlu untuk melakukan sidak. Jika Bapak percaya... mungkin Bapak bahkan tidak akan merasa perlu untuk mengadakan UNAS.

.........

Anda akan mengatakan kalimat klise itu, Pak, bahwa nilai itu tidak penting, yang penting itu kejujuran.

Tapi tahukah, bahwa kebijakan Bapak sangat kontradiktif dengan kata-kata Bapak itu? Bapak memasukkan nilai UNAS sebagai pertimbangan SNMPTN Undangan. Bapak meletakkan bobot UNAS (yang hanya berlangsung tiga hari tanpa jaminan bahwa siswa yang menjalani berada dalam kondisi optimalnya) di atas bobot nilai sekolah (yang selama tiga tahun sudah susah payah kami perjuangkan) dalam rumus nilai akhir kami. Bapak secara tidak langsung menekankan bahwa UNAS itu penting, dan itulah kenyataannya, Pak. Itulah kenyataan yang membuat kami, para pelajar, goyah. Takut. Tertekan. Tahukah Bapak bahwa kepercayaan diri siswa mudah hancur? Pertahanan kami semakin remuk ketika kami dihadapkan oleh soal yang berada di luar pengalaman kami. Pernahkah Bapak pikirkan ini sebelumnya? Bahwa soal yang di luar kemampuan kami, soal yang luput Bapak sosialisasikan kepada kami meskipun persiapan UNAS tidak hanya satu-dua minggu dan Bapak sebetulnya punya banyak kesempatan jika saja Bapak mau, sesungguhnya bisa membuat kami mengalami mental breakdown yang sangat kuat? Pernahkah Bapak pikirkan ini sebelum memutuskan untuk mengeluarkan soal-soal tidak berperikesiswaan itu dalam UNAS, yang notabene adalah penentu kelulusan kami?

Pada akhirnya, Pak, izinkan saya untuk mengatakan, bahwa apa yang sudah Bapak lakukan sejauh ini tentang UNAS justru hanya membuat kecurangan semakin merebak. Bapak dan orang-orang dewasa lainnya sering mengatakan bahwa kami adalah remaja yang masih labil. Masih dalam proses pencarian jati diri. Sering bertingkah tidak tahu diri, melanggar norma, dan berbuat onar. Tapi tahukah, ketika seharusnya Bapak selaku orangtua kami memberikan kami petunjuk ke jalan yang baik, apa yang Bapak lakukan dengan UNAS selama tiga hari ini justru mengarahkan kami kepada jati diri yang buruk. Tingkat kesulitan yang belum pernah disosialisasikan ke siswa, joki yang tidak pernah diusut sampai tuntas letak kebocorannya, paket soal yang belum jelas kesamarataan bobotnya, semua itu justru mengarahkan kami, para siswa, untuk mengambil jalan pintas. Sekolah pun ditekan oleh target lulus seratus persen, sehingga mereka diam menghadapi fenomena itu alih-alih menentang keras. Para pendidik terdiam ketika seharusnya mereka berteriak lantang menentang dusta. Kalau perlu, sekalian jalin kesepakatan dengan sekolah lain yang kebetulan menjadi pengawas, agar anak didiknya tidak dipersulit.

Sampai sini, masih beranikah Bapak katakan bahwa tidak ada yang salah dengan UNAS? Ada yang salah, Pak. Ada lubang yang menganga sangat besar tidak hanya pada UNAS tetapi juga pada sistem pendidikan di negeri ini. Siapa yang salah? Barangkali sekolah yang salah, karena telah membiarkan kami untuk menyeberang di jalur yang tak benar. Barangkali kami yang salah, karena kami terlalu pengecut untuk mempertahankan kejujuran. Barangkali joki-joki itu yang salah, karena mereka menjual kecurangan dan melecehkan ilmu untuk mendapat uang.

Tapi tidak salah jugakah pemerintah? Tidak salah jugakah tim penyusun UNAS? Tidak salah jugakah tim pencetak UNAS? Ingat Pak, kejahatan terjadi karena ada kesempatan. Bukankah sudah menjadi tugas Bapak selaku yang berwenang untuk memastikan bahwa kesempatan untuk berlaku curang itu tidak ada?

Mungkin Bapak tidak akan percaya pada saya, dan Bapak akan berkata, "Kita lihat saja hasilnya nanti."

Kemudian sebulan lagi ketika hasil yang keluar membahagiakan, ketika angka delapan dan sembilan bertebaran di mana-mana, Bapak akan melupakan semua protes yang saya sampaikan. Bapak akan menganggap ini semua angin lalu. Bapak akan berpesta di atas grafik indah itu, menggelar ucapan selamat kepada mereka yang lulus, kepada tim UNAS, kepada diri Bapak sendiri, dan Bapak akan lupa. Bapak yang saya yakin sudah berkali-kali mendengar pepatah 'don't judge a book by its cover', akan lupa untuk melihat ke balik kover indah itu. Bapak akan melupakan kemungkinan bahwa yang Bapak lihat itu adalah hasil kerja para 'ghost writer UNAS'. Bapak akan lupa untuk bertanya kepada diri Bapak, berapa persen dari grafik itu yang mengerjakan dengan jujur? Kemudian Bapak akan memutuskan bahwa Indonesia sudah siap dengan UNAS berstandard Internasional, padahal kenyataannya belum. Joki-jokinyalah yang sudah siap, bukan kami. Mengerikan bukan, Pak, efek dari tidak terusut tuntasnya joki di negeri ini? Mengerikan bukan, Pak, ketika kebohongan menjelma menjadi kebenaran semu?

Bapak, tiga hari ini, kami yang jujur sudah menelan pil pahit. Pil pahit karena ketika kami berusaha begitu keras, beberapa teman kami dengan nyamannya tertidur pulas karena sudah mendapat wangsit sebelum ulangan. Pil pahit karena ketika kami masih harus berjuang menjawab beberapa soal di waktu yang semakin sempit, beberapa teman kami membuat keributan dengan santai, sedangkan para pengawas terlalu takut untuk menegur karena sudah ada perjanjian antar sekolah. Pil pahit, karena kami tidak tahu hasil apa yang akan kami terima nanti, apakah kami bisa tersenyum, ataukah harus menangis lagi...

Berhentilah bersembunyi di balik kata-kata, "Saya percaya masih ada yang jujur di generasi muda kita". Ya ampun Pak, kalau hanya itu saya juga percaya. Tetapi masalahnya bukan ada atau tidak ada, melainkan berapa, dan banyakan yang mana? Sebab yang akan Bapak lihat di grafik itu adalah grafik mayoritas. Bagaimana jika mayoritas justru yang tidak jujur, Pak? Cobalah, untuk kali ini saja tanyakan ke dalam hati Bapak, berapa persen siswa yang bisa dijamin jujur dalam UNAS, dibandingkan dengan yang hanya jujur di atas kertas?

(Ngomong-ngomong, Pak, banyak dosa bisa menyebabkan negara celaka. Kalau mau membantu mengurangi dosa masyarakat Indonesia, saya punya satu usul efektif. Hapuskan kolom 'saya mengerjakan ujian dengan jujur' dari lembar jawaban UNAS.)

UNAS bukan hal remeh, Pak, sama sekali bukan; terutama ketika hasilnya dijadikan parameter kelulusan siswa, parameter hasil belajar tiga tahun, sekaligus pertimbangan layak tidaknya kami untuk masuk universitas tujuan kami. Jika derajat UNAS diletakkan setinggi itu, mestinya kredibilitas UNAS juga dijunjung tinggi pula. Mestinya tak ada cerita tentang soal bocor, bobot tidak merata, dan tingkat kesulitan luput disosialisasikan ke siswa.

Kejujuran itu awalnya sakit, tapi buahnya manis.

Dan saya tahu itu, Pak.

Tapi bukankah Pengadilan Negeri tetap ada meski kita semua tahu keadilan pasti akan menang?

Bukankah satuan kepolisian masih terus merekrut polisi-polisi baru meski kita semua tahu kebenaran pasti akan menang?

Dan bukankah itu tugas Bapak dan instansi-instansi pendidikan, untuk menunjukkan pada kami, para generasi muda, bahwa kejujuran itu layak untuk dicoba dan tidak mustahil untuk dilakukan?

Kejujuran itu awalnya sakit, buahnya manis.

Tapi itu bukan alasan bagi Bapak untuk menutup mata terhadap kecurangan yang terjadi di wilayah kewenangan Bapak.

Kami yang berusaha jujur masih belum tahu bagaimana nasib nilai UNAS kami, Pak. Tapi barangkali hal itu terlalu remeh jika dibandingkan dengan urusan Bapak Menteri yang bejibun dan jauh lebih berbobot. Maka permintaan saya mewakili teman-teman pelajar cuma satu; tolong, perbaikilah UNAS, perbaikilah sistem pendidikan di negeri ini, dan kembalikan sekolah yang kami kenal. Sekolah yang mengajarkan pada kami bahwa kejujuran itu adalah segalanya. Sekolah yang tidak akan diam saat melihat kadernya melakukan tindak kecurangan. Kami mulai kehilangan arah, Pak. Kami mulai tidak tahu kepada siapa lagi kami harus percaya. Kepada siapa lagi kami harus mencari kejujuran, ketika lembaga yang mengajarkannya justru diam membisu ketika saat untuk mengamalkannya tiba...

Dari anakmu yang meredam sakit,

Pelajar yang baru saja mengikuti UNAS.


Sekadar diketahui, tulisan Nurmillaty ini mendapat perhatian besar dari pemilik akun lain. Saat ini, catatan Nurmillaty telah dibagikan (share) oleh 334 akun facebook lain. Beragam komentar juga terlontar. Mayoritas mengkritik pelaksanaan unas. 

Source :https://www.facebook.com/notes/nurmillaty-abadiah/dilematika-unas-saat-nilai-salah-berbicara/10152134575249926https://www.facebook.com/notes/nurmillaty-abadiah/dilematika-unas-saat-nilai-salah-berbicara/10152134575249926

Bisa juga cek Twit saya yang ditujukan pada Menteri pendidikan :


Selasa, 22 April 2014

Tulisan Tentang "13 Alasan Saya Tidak Setuju Jokowi Jadi Presiden" Beredar di Media Sosial

Saya selaku penulis mendapatkan artikel menarik dari banyak Web yang intinya adalah sangat menghendaki agar Bapak Jokowi yang kami hormati bisa tetap memimpin Jakarta dengan baik dan bijaksana

Berikut linknya :
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
 

Jakarta - Beberapa hari belakangan ini banyak social media share (info yang dibagikan melalui media sosial-red) yang berjudul "13 Alasan Saya Tidak Setuju Jokowi Jadi Presiden". Hingga saat ini belum diketahui siapa yang pertamakali membagikan atau menyebarkan social media share ini.
 
Joko Widodo
 Berikut isi dari tulisan "13 Alasan Saya Tidak Setuju Jokowi Jadi Presiden":

"13 Alasan Saya Tidak Setuju Jokowi Jadi Presiden"

Sudah hampir satu minggu ini pro kontra mengenai pencalonan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo atau yang biasa disapa dengan Jokowi, untuk menjadi calon presiden dari PDIP cukup banyak menghiasi timeline baik di media sosial ataupun headline media cetak.
Di wall pribadi saya pun juga beberapa kali saya tampilkan link-link berita yang cenderung kontra (tidak setuju) dengan berita pencapresan Jokowi tersebut. Dan karena seringnya saya menuliskan link-link tersebut sampai ada yang menilai bahwa saya menjadi Jokowi Haters, hehehe...
Uuuuupppss, jangan salah menilai dulu tanpa tahu sebab musababnya. Jauh sebelumnya sesungguhnya saya justru fans berat Jokowi. Terlebih lagi ketika dulu booming-boomingnya Mobil Esemka yang sempat di-endorse oleh Pak Jokowi, dan digadang-gadang akan dijadikan sebagai proyek mobil nasional.
Wooooww, langsung saja hal itu membuat saya termehek-mehek. Berbagai berita tentang Jokowi selalu saya ikuti. Cerita kesuksesannya di Solo yg legendaris dengan memindah ratusan bahkan ribuan PKL itu menjadi salah satu kisah yang menarik. Hingga akhirnya Jokowi akan maju sebagai Cagub DKI pun ada rasa bangga.
"Wah kapan lagi DKI bisa 'diperbaiki' oleh anak daerah yang berprestasi?", itu pikiran saya dulu. Harapan besar agar Jokowi bisa menang dalam Pilgub DKI sangat menggodaku untuk menularkan virus Jokowi ini. Video kampanya Tim Jakarta Baru yang bisa dilihat di Youtube dan berdurasi sekitar satu jam-an itu juga saya download dan saya lihat berkali-kali tanpa bosan. Dalam benak pikiran saya pun mengatakan : "Nah, sepertinya ini pemimpin yang ideal yang bisa memperbaiki Jakarta".
Bahkan di twitter, akun @triomacan2000 yang saat putaran pertama sangat memuja-muja Jokowi dan di putaran kedua berbalik arah menyudutkan Jokowi pun bisa membuat saya muak. "Ah, Pak Jokowi tuh nggak seperti yang di-tweet-kan @triomacan2000 itu"
Itu dulu. Sekali lagi, itu dulu. Beda dengan sekarang...
Setelah akhirnya Jokowi bisa duduk manis sebagai Gubernur DKI, dipercaya dan diberikan amanah oleh sebagian besar rakyat Jakarta yang berharap banyak Jokowi bisa mengabdikan diri buat Jakarta, ternyata belum ada 2 tahun masa jabatannya Jokowi sudah mulai 'berulah'. Mulai melirik rumput yang lebih hijau yaitu dengan menjadi Calon Presiden RI.
Hingga akhirnya memang Megawati berbesar hati memberikan mandatnya untuk mencalonkan Jokowi sebagai calon presiden dari PDIP. Dan siapa sangka, justru hal inilah yang akhirnya justru membuat saya yang dulu termehek-mehek sama Jokowi jadi antiklimaks, tidak respek sama sekali.
Tentu saja menjadi tidak respeknya saya terhadap Jokowi itu bukannya tanpa alasan. Ada banyak penyebabnya yang mengakibatkan saya menjadi tidak respek tadi. Dan tidak respeknya itupun juga sambung-menyambung sejak mengendorse Esemka hingga menjabat sebagai Gubernur DKI dan diberi mandat sebagai capres oleh Megawati.
Setidaknya saya mencatat ada 13 hal yang menyebabkan saya yang dulunya termehek-mehek sama Jokowi akhirnya menjadi antiklimaks menjadi tidak respek lagi. Sekali lagi yang saya catat dan saya tuliskan ini adalah berdasarkan sisi penglihatan saya sebagai orang awam, Anda boleh saja setuju ataupun tidak setuju. Kalaupun Anda tidak setuju ya itu adalah hak Anda, tidak perlu berdebat kusir, silakan saja membuat tulisan Anda sendiri dengan argumen Anda sendiri. Simpel.
Oke, tidak perlu berlama-lama, yuk kita bahas 13 hal yang menjadi alasan mengapa saya tidak setuju Jokowi untuk jadi presiden yaitu :

1. Mendongkrak Popularitas Dengan Mendompleng Esemka
Mau tidak mau, setuju tidak setuju, pamor Jokowi di perpolitikan tingkat nasional dimulai ketika muncul berita Walikota Solo (saat itu dijabat Jokowi) menggunakan mobil esemka, yang diklaim sebagai hasil karya anak bangsa. Bahkan gak tanggung-tanggung impian memiliki mobil nasional seakan menjadi didepan mata.
Bahkan saking hebatnya dan menjadi lebih populer lagi, Jokowi merencanakan kalo mobil esemka akan dijadikan mobil dinas walikota dan wakil walikota solo. Bangga menggunakan mobil karya anak negeri, kira-kira begitu. Dan bisa ditebak, masyarakat yang mengikuti berita tersebut langsung jatuh cinta. Baru kali ini ada walikota yang membela produk lokal, dan bahkan akan menggunakannya sebagai mobil dinas..!! Kesan yang tampak di masyarakat sudah pasti adalah sebuah figur pemimpin yang sederhana dan pro rakyat. Kesan sebagai pejabat yang biasa menggunakan fasilitas mewah (termasuk diantaranya mobil dinas) dengan mudah bisa dilepaskan oleh Jokowi.
Sekarang kenyataannya kita pertanyakan lagi komitmennya, benarkah esemka sudah dijadikan mobil dinas walikota dan wakil walikota solo? Sudahkah ada perkembangan sejauh mana proyek esemka menjadi mobil masional itu dilakukan? Anda bisa menilainya sendiri...
Dan dari sini saya pribadi berpendapat, Jokowi telah memanfaatkan Esemka yang diklaim sebagai produk lokal untuk mendongkrak popularitasnya..!! Setelah target popularitas tercapai dan kursi DKI 1 ditangan, esemka hanya tinggal kenangan...

2. Menelantarkan 'Nasib' Esemka
Saat booming-boomingnya Esemka dan ada berita bahwa Jokowi ingin menjadikan proyek mobil nasional, saya langsung terbayang mimpi-mimpi yang hebat terhadap rencana tersebut. Akan membuka banyak lowongan kerja yang baru dan bisa mengurangi pengangguran. Itu sudah pasti.
Perusahaan-perusahaan pengecoran logam bisa dijadikan partnet untuk memproduksi spare part-nya, anak-anak lulusan SMK bisa banyak ditampung bekerja, bila bisa berjalan tentu bisa menggerakkan lagi roda perekonomian di Kota Solo, dan masih banyak lainnya.
Namun seperti peribahasa, "Habis Manis Sepah Dibuang", ternyata ada benarnya. Begitu target yang diinginkan sudah tercapai, berhasil meraih popularitas dengan menunggang esemka, dan bisa meraih kursi DKI-1, akhirnya Esemka ditinggalkan begitu saja. Entah, kelanjutan untuk diproduksi massal sebagai mobil nasional bisa jadi hanya sekedar mimpi besar di siang bolong saja.
Nasib beberapa pesanan yang sudah sempat masuk ordernya saat booming itu akhirnya dikerjakan dan disupport habis sama Jokowi atau tidak, itu juga menjadi tanda tanya besar. Hal ini menjadi salah satu alasan yang menyebabkan saya menjadi tidak respek dengan Jokowi lagi. Memberi harapan kepada sesuatu (dalam hal ini Esemka dan Pak Sukiyat) namun tidak direalisasi, bahkan malah cenderung ditelantarkan.

3. Mudah Mengkhianati Amanah Yang Telah Diberikan Oleh Rakyatnya
Bila diberi amanah maka dia berkhianat. Saya ingat sekali dengan kata-kata itu, yang sering dijadikan bahan khutbah atau disampaikan dalam pelajaran agama. Ini bukan hal yang sepele dan ringan. Ini masalah tanggung jawab yang besar seseorang terhadap Tuhannya..!!
Ya, kita tahu bahwa Jokowi telah menjadi Walikota Solo 2 periode. Yang pertama diselesaikan dengan sempurna. Yang kedua, belum selesai masa jabatannya sudah lompat pagar menjadi Gubernur DKI. Dan sekarang sudah jadi Gubernur DKI, belum selesai masa jabatannya sudah mau lompat lagi menjadi calon presiden..!!
Ckckckckck... Kok ya bisa, semudah itu untuk mengkhianati amanah yang telah diberikan oleh rakyat kepadanya?
Untuk kasus yang di Solo ke Jakarta waktu itu saya masih berusaha untuk menerimanya. "Ah gak papa, toh yang periode pertama sudah selesai sampai akhir masa jabatannya, dan yang periode yang kedua pak wakil walikotanya sudah paham dengan cara kerja walikota". Itu pendapat saya dulu.
Lha, sekarang kok terjadi lagi. Belum selesai masa jabatannya, baru juga 1.5 tahun menjabat sebagai Gubernur DKI, lha kok sudah mau lompat lagi menjadi calon presiden? Sungguh tingkah yang dimata saya tidak profesional. Apakah tidak berpikir bahwa rakyat Jakarta memilihnya dalam Pilgub DKI itu tentu mereka memiliki harapan yang besar bahwa dalam 5 tahun kepemimpinannya bisa membawa perubahan yang signifikan untuk Jakarta. Pilgub yang di biayai menggunakan uang rakyat dan jumlahnya milyaran seakan-akan tidak dihiraukan lagi.
Tidak ingat lagi bahwa Jokowi dipilih oleh rakyat, dan rakyat memberikan amanahnya untuk menjadi pemimpinnya. Semudah itukah mengkhianati amanah yang sudah diberikan oleh rakyat yang sudah banyak berharap agar pemimpinnya bisa memberikan yang terbaik kepada rakyatnya hingga selesai akhir masa jabatannya?
Hmmmm, silakan Anda pikirkan sendiri, kalo saya yang pasti gemas..!

4. Tidak Berjiwa Nasionalis
Coba Anda telusuri berita-berita yang heboh mengenai monorel jakarta dan bus transjakarta. Kira-kira monorel yang dipakai serta bus transjakarta yang dipesan itu hasil produksi dari mana?
Jawabannya satu : Dari CHINA..!!
Ya, monorel jakarta dan bus transjakarta yang digunakan itu adalah produksi dari China. Ini yang saya tidak habis pikir, kenapa kok malah menggunakan produk dari negara lain? Kok tidak menggunakan hadil produksi dari karoseri lokal saja? Biasanya alasannya adalah itu sudah sesuai dengan prosedur tender. Produsen lokal ada yang tidak memenuhi beberapa syaratnya, dan harganyapun lebih mahal. Sedangkan produk yang dari China itu harganya lebih murah.
Hmmmmm.. Kalo menurut saya ini alasan yang diada-adakan. Andai pemimpin yang memiliki jiwa nasionalis tentu akan lebih mementingkan produksi anak bangsa lebih dulu. Kenapa? Sebab uangnya bisa berputar disini, uangnya digunakan untuk membayar jam kerja para buruh disini, uangnya dipakai untuk membayar kesejahteraan saudara sendiri di negeri sendiri. Bukan membayar jam kerja orang lain di negara orang lain..!!
Ada juga berita yang saya baca adalah produk dari China itu harganya lebih murah 50 jutaan per unitnya, kalo sekian ratus atau sekian ribu yang dipesan, harapannya bisa menghemat sekian milyarrrr..!! Eh, tau-tau malah bus yang didapat malah bus rekondisi yang sudah karatan dan rusak..!!
Bahkan dalam beberapa berita juga saya temukan bahwa pemenang tender bus transjakarta itu kantornya saja susah ditemukan. Sekalinya ditemukan, kantornya tidak meyakinkan. Masa ada pemenang tender yang nilainya ratusan milyar kantornya cuma di ruko saja?
Ah entahlah yang jelas disini saya tidak menemukan sisi nasionalisnya Jokowi lagi seperti diwaktu dia mau menggandeng Esemka, dimana aroma jiwa nasionalisnya kental terasa.

5. Bukan Contoh Pemimpin Yang Gantleman
Masih teringat jelas ketika 'the busway gate' rame jadi berita, baik di media online atau media cetak. Dalam kacamata saya, dengan munculnya pemberitaan kasus 'the busway gate' ini sangat jelas sekali membuktikan bahwa Jokowi bukanlah contoh pemimpin yang gantleman?
Pasti Anda akan bertanya, Apa alasannya?
Oke. Skandal bus transjakarta yang menggunakan dana milyaran itu ternyata bermasalah. Budget pembelian busway untuk setiap bus-nya diatas angka 3 milyar. Sekali lagi budgetnya adalah lebih dari 3 Milyar per bus. Bahkan dalam sebuah berita ada yang menyebut kalau Ahok menginginkan bisa mendapatkan bus yang kualitasnya selevel volvo atau mercedes. Namun pada kenyataannya ternyata malah mendapatkan bus dari China yang rekondisi dan sudah berkarat pula.
Dalam kasus ini Kadis Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono, menyatakan bahwa terjadinya kerusakan (berkarat)-nya busway yang diimpor dari China tersebut karena terkena percikan air laut pada saat proses ekspedisi ke Indonesia. Jelas saja menurut saya ini adalah sebuah alasan yang sangat tidak masuk diakal. Mana bisa bus yang saat pengiriman tersebut berada di dalam kapal, tapi masih juga terpercik air laut? Hehehe...
Alih-alih langsung dengan gantleman mengklarifikasi kejadian sesungguhnya, dengan gantle minta maaf atau mengambil tanggung jawab anak buahnya itu, tetapi malah mencari cari kesalahan dan kambing hitam. Hingga akhirnya berujung mutasi jabatan si Kadis Perhubungan tersebut. Bukannya seharusnya untuk proyek yang nilainya milyarnya, terlebih pengadaan barang, semua spesifikasinya akan disebutkan dengan jelas dan lengkap? Harusnya antara Kadis dan Gubernur akan tahu semuanya. Apabila ternyata tertulisnya adalah produk yang berkualitas selevel volvo atau Mercedes namun akhirnya hanya dibelikan bus China, sudah pasti ini ada hal yang salah.
Nah, dimata saya pribadi langkah memutasi Pak Kadis karena dianggap bersalah dalam kasus ini tentu bukan hal yang baik. Akan lebih baik jika Jokowi langsung mengambil alih tanggung jawab. Mengakui ada kesalahan. Mengakui bahwa (barangkali) ada yang gak bener dalam proses pengadaannya, dan minta maaf. Bukan malah mencari kambing hitam..!!

6. Lebih Mementingkan Mandat atau Kepentingan Partai
Dulu saya berpikir bahwa Jokowi orangnya tegas dan sulit diintervensi oleh partainya bila berhubungan dengan pekerjaan. Maksudnya akan lebih mengutamakan pekerjaannya sebagai Gubernur dulu daripada untuk kepentingan partainya. Namun ternyata dugaan saya itu salah. Salahnya saja salah besar..!!! Ternyata Jokowi lebih mementingkan mandat adat kepentingan partai daripada kepentingan rakyat yang telah memberikannya amanah untuk menjadi pemimpinnya.
Rame-rame ada pemilihan gubernur di Jawa Barat dan diminta untuk 'jualan' di Jawa Barat ayuuuuukk..
Rame-rame ada pemilihan gubernur di Jawa Tengah dan diminta untuk 'jualan' di Jawa Tengah ayuuuuuukk...
Rame-rame ada pemilihan gubernur di Sumatra Utara dan diminta untuk 'jualan' di Sumatra Utara ayuuuuuuukk...
Saat jam kerja diajak ziarah ke makam Bung Karno di Blitar, ayuuuuuuuuukk...
Saat jam kerja sowan ke Gus Mus di Rembang, okeeeeeeee...
Hmmmmm, hal-hal sepele seperti ini yang akhirnya malah membuat ilfil. Pemimpin yang seolah-olah tidak ada wibawanya sama sekali. Sedikit-sedikit 'sendhiko dhawuh' sama perintah partai...
Padahal seharusnya sebisa mungkin seorang pemimpin itu mengedepankan kepentingan rakyatnya terlebih dahulu yang sudah memberikan amanah kepadanya. Okelah gak perlu munafik, partai juga perlu, tapi mbok ya diatur waktunya dengan baik dan elegan. Gunakanlah waktu diluar jam kerja untuk mengurusi partai. Atau gunakan hari libur untuk kepentingan partai. Jadi ketika melihat Jokowi dengan mudahnya diatur-atur partai untuk kepentingan partainya dulu, dari situ pula respek saya ke Jokowi mulai pudar.
Hal ini bertolak belakang dengan Ahok, Wakil Gubernurnya. Meskipun sama-sama berangkat sebagai kader partai dan berbeda partai, Ahok lebih bisa mengedepankan kepentingan rakyatnya dulu dibanding partainya.

7. Berbohong Dengan Memainkan Sandiwara Politik
Masih ingatkah Anda jauh-jauh hari sebelum mandat pencalonan presiden oleh Megawati dibacakan? Setiap kali ditanya oleh wartawan soal peluang Jokowi akan maju sebagai calon presiden ada beberapa jawaban yang selalu diberikan.
"Copras Capres Copras Capres ......."
"Nggak Mikir... Nggak Mikir... Nggak Mikir..."
"Tiap hari mikirin banjir, macet, PKL, lha kok suruh mikir copras capres..."
"Jokowi itu komitmen..!"
Bahkan dalam kampanyenya dalam pilgub dulu, "Jokowi itu komitmen, tidak akan tergoda capres-capresan". Sandiwara itu tersaji dengan apik dan sempurna. Rakyat disajikan sandiwara yang diperankan oleh seseorang yang kelihatannya lugu namun ternyata juga menyimpan ambisi terpendam yang luar biasa. Lengkap sudah.
Dengan komentarnya yang "Nggak Mikir... Nggak Mikir... Nggak Mikir..." itu rakyat, lebih khususnya rakyat Jakarta, dibuat 'bingung'. Disatu sisi, Jokowi ini memang bener-bener nggak mikir menjadi calon presiden ataukah saat ini masih belum mikir tapi nanti tetep mau juga menjadi calon presiden.
Selama Jokowi masih menjawab "nggak mikir.. nggak mikir.." itu setidaknya Jokowi mungkin masih bermaksud 'ngedem-ngedemke' atine rakyat Jakarta. Nggak mungkinlah Jokowi meninggalkan rakyat Jakarta yang sudah memberinya amanah untuk menjadi pemimpinnya.
Namun apa mau dikata, ternyata sekuel demi sekuel sandiwara politiknya itu terjawab sudah. Ternyata jawaban "nggak mikir.. nggak mikir.." itu hanyalah isapan jempol saja. Kenyataannya akhirnya 'takluk' dengan menerima atau mau melaksanakan mandat Megawati daripada melaksanakan mandat rakyat yang memilihnya.
Poin ini tentu menjadi krusial. Bukan menjadi contoh yang baik apabila ternyata pemimpinnya malah mengajarkan berbohong dan memainkan sandiwara politik demi ambisi partai ataupun ambisi pribadi. Inilah salah satu poin yang membuat saya menjadi kehilangan respek kepada Jokowi.

8. Hanya Menjadi Wayang atau Boneka Saja
Pada poin ini lebih ditekankan pada ketegasan seorang pemimpin yang wajib memiliki integritas dan bebas dari intervensi kepentingan seseorang atau kepentingan kelompok/partai. Di media sosial banyak sekali yang menyoroti tentang hal ini, yaitu apabila Jokowi terpilih menjadi presiden mendatang dikhawatirkan hanya akan menjadi simbol atau boneka saja. Dimana yang menjadi dalang atau 'presiden' sesungguhnya adalah orang yang memiliki kepentingan dibaliknya..!!
Salah satu hal yang masih saya ingat adalah ketika rame-rame pilgub DKI tempo hari itu. Katanya Jokowi didanai oleh seorang konglomerat. Milyaran rupiah digelontorkan untuk mendanai kampanye Jokowi. Dan singkat kata Jokowi terpilih menjadi Gubernur. Seiring berjalannya waktu, proyek monorel Jakarta akhirnya akan dilanjutkan lagi. Siapa yang mendapatkan proyeknya itu? Anda pasti tahu. Yang jelas Grup Bukaka-nya Jusuf Kalla kalah dalam proyek ini.
Mungkin bisa kita otak atik gathuk lagi. Sebelum mandat pencalonan presiden Megawati kepada Jokowi dibacakan, Megawati masih belum sepenuhnya ikhlas untuk melepaskan peluang menjadi calon presiden itu kepada Jokowi. Diluar alasan memutus mata rantai trah Soekarno di PDIP, dalam internal PDIP menggadang-gadang akan mencalonkan seorang jendral yang akan menjadi calon presidennya.
Stop sampai disini dulu. Lalu, beberapa hari sebelum pembacaan mandat itu, Megawati menemui puluhan pengusaha etnis China, yang tentu saja dimintai untuk peran sertanya demi kesuksesan PDIP dalam pemilu tahun ini. Entah kenapa, tidak berselang lama mandat itu dibacakan oleh Megawati. Dan sesaat setelah pembacaan mandat, Jokowipun menerima dan siap melaksanakan mandat tersebut.
Hebatnya, begitu pembacaan mandat dan Jokowi menerima mandat, tiba-tiba direspon positif oleh pasar. Indeks IHSG naik dan nilai tukar dollar juga naik.
Terbacakah oleh Anda benang merahnya itu? Wallahu 'alam..
Yang jelas saya takut andaikata Jokowi menjadi presiden dan akhirnya hanya menjadi presiden boneka saja.
Kalo saya, daripada jadi presiden boneka, mending jualan boneka aja. Ini lagi laris-larisnya jualan Boneka Teddy Bear dan Boneka Pinokio...

9. Berpolitik Balas Budi
Banyak pemberitaan yang membahas tentang hal yang satu ini, yaitu secara tidak langsung Jokowi menjalankan politik balas budi. Dan yang paling sering dihubung-hubungkan adalah mengenai pembangunan monorel Jakarta. Saat maju pemilihan DKI-1, Jokowi seringkali dihubung-hubungkan dengan nama salah satu konglomerat, yang turut membantu kesuksesan Jokowi maju dan memenangkan pertarungan DKI-1. Milyaran rupiah digelontorkan oleh si konglomerat itu agar Jokowi bisa terpilih menjadi DKI-1.
Namanya mengeluarkan duit, apalagi dalam jumlah milyaran, tentu saja tidak bisa gratis begitu saja. Masak udah membantu puluhan milyar, trus duitnya gak pengen balik lagi? Halpir mustahil...
Dan begitu kursi DKI-1 sudah ditangan, ternyata dugaan itu mendekati kebenarannya. Proyek Jakarta Monorel dinyatakan oleh Jokowi untuk dilanjutkan lagi, dan yang memenangkan proyek itu Anda pasti juga bisa menebaknya. Yang jelas Pak Jusuf Kala dengan Grup Bukakanya kalah, dan tiang-tiang pancang yang sudah dibangun oleh Adhi Karya yang seharusnya dibayar ganti ruginya oleh pemenang tender Jakarta Monorel itu nasibnya sampai sekarang masih terkatung-katung.
Nah ini yang bisa menjadi sebuah preseden buruk, dimana bila ada pimpinan melakukan politik balas budi, atau politik transaksional semuanya akan menjadi kurang baik. Dan memang seharusnya calon presiden atau calon pemimpin yang biasa melakukan politik balas budi seperti ini tidak bisa menjadi contoh yang baik. Selagi ada calon pemimpin atau calon presiden yang berani menolak melakukan politik balas budi, maka lebih baik memilih pemimpin yang tegas seperti itu.

10. Melakukan Pencitraan Yang Menguntungkan Saja
Pada poin ini sebenarnya saya juga ingin tersenyum dulu, kenapa? Sebab menurut saya pribadi, Jokowi cerdas dan cerdik memainkan pencitraan yang menguntungkan saja, pencitraan yang bisa membuat namanya jadi harum. Ada dua hal yang ingin saya bandingkan disini, yaitu saat Jokowi mendapatkan hadiah gitar dari salah satu personel grup band ternama dunia dan satunya lagi ketika rame-rame ada pemberitaan busway yang karatan.
Dari dua kasus tersebut, Jokowi tahu persis mana yang bisa dimainkan agar namanya jadi lebih harum dan mana yang malah menjadi bumerang. Begitu menerima hadiah gitar, tidak pakai lama, saat itu Jokowi langsung berinisiatif untuk memberikan gitar tersebut ke KPK. Jokowi takut nanti dianggap melanggar aturan mengenai pejabat yang menerima gratifikasi. Dan ternyata benar, pemberian gitar tersebut oleh KPK dianggap sebagai gratifikasi dan oleh karenanya gitar tersebut diambil dan menjadi milik negara.
Pada kasus ini jelas, nama Jokowi begitu harum namanya kan? Orang akan berpikir, "Wah, seorang pemimpin diberi hadiah gitar oleh sebuah grup band terkenal tapi malah diserahkan ke KPK, agar tidak dianggap KKN." Seolah-olah akan banyak yang berpikir, "Oh, Jokowi hebat, tidak bisa 'disuap-suap', disuap aja gak mempan, pasti dia juga gak mungkin korupsi" Itu salah satu hal yang muncul dalam benak pikiran saya ketika mencermati kejadian pemberian gitar yang akhirnya diberikan kepada negara itu. Stop sampai disini dulu.
Sekarang dibandingkan dengan adanya masalah yang kedua. Ketika terjadi ramerame berita busway yang rusak dan karatan, padahal baru saja dibeli, kenapa Jokowi tidak segera melakukan tindakan yang sama? Segera laporkan ke KPK dan biar secepatnya diusut tuntas dan jelas masalahnya..!! Apakah itu sebuah kebetulan??? Yang jelas dimata saya pribadi, Jokowi terlalu cerdik, memilih kasus mana yang bisa membuat citranya positif dan harum serta kasus mana yang nanti malah menjadi bumerang.
Itu setidaknya menurut kacamata saya. Entah lagi jika Anda punya pemikiran yang lain.

11. Tidak Memiliki Visi Misi Yang Jelas Terarah dan Terukur
Namanya sudah diajukan menjadi calon presiden, sudah barang tentu sudah memiliki grand design, bagaimana visi misi yang akan dia inginkan ketika nanti benar-benar terpilih menjadi presiden. Namun saat ditanyai mengenai visi-misi ini tidak secara jelas Jokowi menjawabnya. Malah memberikan jawaban yang aneh, yaitu dia masih fokus untuk mengurusi pemilu legislatif lebih dulu. Belum terlalu memilirkan pemilu presiden dan wakil presiden..!!
Wuaaaaaa...!!! Pemimpin macam mana ini, sudah mau maju menjadi calon presiden tapi ketika ditanyain mengenai visi misi malah tidak bisa menjawab visi misinya... Setidaknya, seorang calon presiden itu akan memiliki gambaran apa-apa saja yang akan dilakukannya nanti. Misalnya saja :
Dalam birokrasi akan melakukan apa...
Dibidang ketahanan pangan akan melakukan apa...
Dibidang ketahanan energi akan melakukan apa....
Dibidang kebudayaan akan melakukan apa...
Dibidang pendidikan akan melakukan apa...
Dibidang kesehatan akan melakukan apa...
Dan seterusnya...
Atau jangan-jangan, visi misi yang jadi titipan 'beking'-nya atau 'dalang'-nya belum juga disiapkan? Ah mbuhlah...

12. Belum Memiliki Prestasi Kerja Mengatasi Problem-Problem Negara
Para pembela Jokowi yang setuju Jokowi maju sebagai calon presiden biasanya adalah : "Jokowi akan lebih mudah membereskan masalah Jakarta kalau dia menjadi presiden, sebab bisa dengan cepat mengambil keputusan". Atau kadang ada juga dengan argumen : "Kalo Jokowi jadi presiden, yang untung bukan cuman Jakarta, tapi seluruh rakyat Indonesia..!"
Mendengar argumen seperti itu kadang saya cuman tertawa dalam hati, entah bagaimana bisa menggunakan logika seperti itu. Sedangkan saya justru berpikir terbalik, "Ngurusin Jakarta yang luasnya masih seper berapanya bangsa ini saja masih belum terlihat hasilnya, kok mau loncat-loncat pekerjaannya mengerjakan tugas yang lainnya..!!"
Jadi presiden nanti bukan saja menyelesaikan problematika Jakarta yang ditinggalkan saja, tetapi juga mengurusi Aceh, Medan, Palembang, Semarang, Surabaya, Balikpapan, MAkassar, Ambon, hingga Papua. Semuanya memiliki problematika sendiri-sendiri dan berbeda-beda cara penyelesaiannya. Kalo prestasinya hanya sekedar seputar mengatur/merapikan PKL, bikin kartu sehat, bikin kartu pintar, ngusir topeng monyet dan itu langsung di copy paste ke daerah-daerah lain, itu bukan sebuah prestasi yang membanggakan. Mengapa? Mengurus negara itu jauh lebih kompleks dari sekedar hal-hal itu. Dan menurut saya belum ada prestasi yang hebat yang bisa dijadikan bukti nyata untuk meyakinkan saya.
Contoh saja.. Mengatasi masalah ketahanan energi.. Membangun infrastruktur (bandara, pelabuhan, jalan tol, dll).. Mengurusi masalah ketahanan pangan.. Mengurusi mengenai pertanian/peternakan.. Mengurusi kesehatan masyarakat.. Mengurusi ketahanan negara..
Dan lain sebagainya, masih banyak lagi.. Dimata saja, belum ada prestasi-prestasi yang ditorehkan oleh Jokowi yang bisa 'dipamerkan' menghandle problem-problem negara yang jauh lebih besar. Kita sebagai calon pemilih tentu saja serasa berjudi andaikata menyerahkan amanat kepada seorang pemimpin yang ternyata belum teruji kapasitasnya mengatasi atau menyelesaikan problematika negara yang beraneka ragam itu.

13. Sebab Dicalonkan Oleh PDIP
Untuk alasan yang terakhir ini saya agak subyektif. Ya karena ini tulisan hasil penglihatan dan analisa saya, maka saya tetap mencantumkannya. Alasan saya yang ke-13 adalah, saya kurang setuju Jokowi menjadi calon presiden sebab dia dicalonkan melalui  PDIP.
Mengapa saya kurang setuju Jokowi dicalonkan sebagai calon presiden dari PDIP? Sebab, dalam banyak pemberitaan banyak disebutkan rekam jejak kinerja partai ini dimasa lalu cukup memprihatinkan. Bahkan dalam minggu-minggu terakhir ini di media sosial dengan hashtag #MelawanLupa, banyak dituliskan rekam jejak kinerja partai ini dimasa lalu.
Coba saya tuliskan #MelawanLupa yang ramai dibahas di media sosial itu: Ibuku sayang..
1. Dulu kau jual satelit negara kami ke Singapura melalui jualan Indosat dengan murah, sehingga kita dimata-matai negara tetangga. #?MelawanLupa
2. Dulu kau jual aset-aset kami yang dikelola BPPN dengan murah (hanya 30% nilainya) ke asing. #MelawanLupa
3. Dulu kau jual kapal tanker VLCC milik Pertamina lalu Pertamina kau paksa sewa kapal VLCC dengan mahal. #MelawanLupa.
4. Dulu kau jual gas Tangguh dengan murah (banting harga) ke China (hanya $3 per mmbtu), lalu sekarang kau teriak2 selamatkan Migas. #MelawanLupa.
5. Dulu kau buat UU Outsourching yg merugikan kaum buruh wong cilik, sekarang kau koar2 atas nama buruh dan wong cilik. #MelawanLupa.
6. Dulu kau berikan SP3 dan SKL untuk bandit2 BLBI pencuri uang rakyat. #MelawanLupa.
7. Sekarang, kau ngomong lagi soal nasionalisme, setelah kader-kader mu terbukti paling banyak yg tersangkut korupsi. #MelawanLupa.
8. Dan sekarang, untuk mengkatrol suara dan citramu yang terpuruk, kini kau mengumpankan si "Kotak2". #MelawanLupa.
9. Dulu kau berhutang triliunan rupiah hanya utk menyelamatkan bandit2, sekarang kau juga didukung bandit2 utk naekkan bonekamu. #MelawanLupa.
10. Dulu kau bilang kau dikhianati SBY, skrg kau khianati Prabowo. #MelawanLupa.
11. Dulu kau ngambek krn tdk menang lawan SBY, skrg kau jumawa dan sombong meski belum menang. #MelawanLupa.
12. Kau lupakan korban 27 juli yg tdk lain kader2 mu, setelah itu kau berkoalisi bersama org yg menjadi salah satu aktornya dan kini kau ungkit2 lagi dosa org tersebut. #MelawanLupa.
13. Dulu kau pecat pa Kwik yg mencoba membela dan mempertahankan aset negara. #MelawanLupa.
14. Dulu kau hanya bisa diam dan membiarkan negeri ini dlm mode autopilot. #MelawanLupa.
Sungguh woooooooww sekali, dan saya serasa diingatkan lagi untuk #MelawanLupa itu...
Lalu apakah sesungguhnya apa yang menjadi kriteria saya andaikata Jokowi layak dicalonkan menjadi presiden? Saya Setuju Jokowi Jadi Presiden Kalau...
1. Menyelesaikan amanah dan janji-janjinya untuk rakyat Jakarta hingga selesai masa jabatannya..
2. Dicalonkan oleh partai yang memiliki track record yang baik (atau yang paling baik diantara yang buruk)..
3. Bebas intervensi dan bebas politik balas budi..
4. Memihak kepentingan nasional (nasionalis)..
5. Memiliki visi misi pembangunan kedepan yang dahsyat namun realistis untuk diwujudkan..
6. Memiliki track record prestasi menyelesaikan problematika dalam sekup yang lebih besar..
7. Tidak mementingkan pencitraan, tetapi mementingkan prestasi dan kerja nyata..
8. Tidak mudah disetir oleh kepentingan partai atau kelompok tertentu..
9. Menjadi pemimpin yang gantleman dan berani mengambil tanggung jawab tanpa mencari kambing hitam..
10. Tidak menjadi pemimpin boneka..
Nah, sampai disini semoga Anda bisa memahami dan mengerti berbagai macam pertimbangan yang akhirnya membuat saya yang dulu 'jatuh cinta' dengan Jokowi akhirnya malah berbalik arah menjadi tidak respek dengan beliau. Bukan karena benci, sama sekali tidak.
Hanya merasa kasihan saja andaikata ternyata Jokowi itu hanya dimanfaatkan untuk kepentingan orang lain atau pihak lain yang ingin mengambil keuntungan dibalik pencalonan Jokowi tersebut. Bahkan sayapun juga masih berharap, andaikata Jokowi memenuhi 10 kriteria yang saya dituliskan diatas, saya mau untuk mendukung Jokowi menjadi presiden.
Semoga tulisan ini bisa menjadi bahan pertimbangan Anda. Tidak ada paksaan dari saya untuk Anda tidak memilih Jokowi, sama sekali tidak. Anda punya jagoan sendiri ya monggo, begitu pula saya.. Dan Anda juga tidak harus mengikuti dan setuju dengan pendapat yang saya kemukakan disini. Bila Anda memiliki pendapat sendiri, silakan berpendapat, silakan menulisnya, dan dengan senang hati nanti saya juga akan ikut membacanya.. Salam Pemilu Cerdas, Pemilu Pintar...!!