- Pertama, Mengapa Islam menyuruh kita kaya.
- Kedua, Mencari penjelasan tentang mengapa kita miskin.
- Ketiga, Bagaimana kita mulai merekonstruksi kehidupan finansial kita.
Ibnu
Abid Duni menjelaskan beberapa alasan tentang mengapa kita semua
diperintahkan menjadi kaya dalam Islam itu. Alasan Pertama,
karena harta itu tulang punggung kehidupan. Makanya orang kalau punya
harta punggungnya rada bungkuk sedikit. Antum lihat orang-orang Amerika
kalau datang ke sini tegap-tegap semua kan , karena punya duit.
Pejabat-pejabat keuangan kita kumpul di CGI tunduk-tunduk semua,
karena mau pinjam duit. Allah mengatakan “Janganlah kamu berikan
harta-harta kamu kepada orang-orang bodoh (orang-orang yang tidak
sehat akalnya) yaitu harta harta yang telah Allah jadikan kamu sebagai
yang membuat punggung tegap”. Jadi Hidup kita tidak normal begitu
kita tidak punya uang. Kita pasti punya banyak masalah begitu kita
tidak punya uang.
Alasan kedua,
peredaran uang itu adalah indikator keshalehan atau keburukan
masyarakat. Apabila uang itu beredar lebih banyak ditangan
orang-orang jahat maka itu indikasi bahwa masyarakat itu rusak. Apabila
uang itu beredar di tangan orang-orang shaleh maka itu indikasi bahwa
masyarakat itu sehat. Masyarakat Indonesia ini rusak salah satu
indikasinya karena karena orang-orang shalehnya sebagian besar adalah
para fuqara wa masakin. Ahlul Masjid di negeri ini terdiri atas fuqara
wa masakin. Bahkan sebagian besar orang mungkin mengunjungi
masjid bukan karena benar-benar ingin ke Masjid, melainkan
karena tidak punya tempat untuk dipakai
mengaktualisasikan diri. Antum lihat orang- orang tua yang datang ke
masjid biasanya orang yang kalah dalam pergulatan sosial. Kalau dia
tentara, biasa setelah pensiun baru dia ke masjid. Kalau dia pedagang
biasanya setelah dia bangkrut baru dia ke masjid.
Rasulullah
SAW mengatakan “Sebaik- baik uang itu adalah uang yang beredar diantara
orang-orang shaleh” Jadi Apabila kita yang ada di sini tidak
mengendalikan uang yang ada di Riau, itu adalah tanda- tanda yang tidak
bagus. Kenapa? karena kalau uang itu berada ditangan orang- orang shaleh
maka uang itu akan mengalir di saluran- saluran yang baik. Kalau
ibu-ibu disini dibagikan 1 Milyar kira-kira uang itu akan diapakan.
Buat daftar belanjanya. Antum bisa lihat semuanya itu belanja
kebaikan. Pertama, pasti akan dipakai untuk potongan partai. Coba lihat
anggota DPR, begitu jadi anggota dewan yang pertama potongan buat
partai. Waktu itu ada teman dari Golkar dan PPP, “Itu dana konstituen
diapakan?” Kita jawab itu tidak lewat kita, melainkan langsung ke Dapil
(Daerah Pemilihan).
Uang yang masuk ke tangan orang shaleh pasti mengalirnya di kebaikan juga.
“Kalau
gajinya berapa di potong? Kalau di Golkar cuma 2,5 juta perbulan di
potong”. Kalau di PKS itu biasa 50 sampai 60 % dipotong. Jadi antum
lihat daftar belanjanya orang shaleh. Kedua, untuk rihlah, kemungkinan
itu pergi umrah atau menghajikan keluarga atau naik haji
sendiri. Bapak-bapaknya pun kalau punya uang 1 Milyar, tidak jauh- jauh
dari situ juga; infak buat partai, menyenangkan keluarga, dan
operasional pribadi untuk dakwah pribadinya juga. Semuanya di jalur
kebaikan. Bila ada kenikmatan, tidak mungkin dia pergi judi. Tidak
mungkin juga dia pergi ke tempat prostitusi, paling- paling dia cari
jalur halal. Tapi coba sebaliknya, kalau uang itu beredar ditangan orang
jahat, larinya juga pada kejahatan. Salah seorang saudara saya cerita,
waktu itu ada seorang kaya sangat kaya di daerah Indonesia. Orangnya
masih hidup sekarang. Dia punya private jet. Saking kayanya, dia suka
main judi ke London. Pesawat private jet itu jenis Boeing. Jadi
kalau pergi dia membawa rombongan, biasanya dia parkir disana 1
minggu atau 2 minggu. Itu kalau parkir, kan bayar. Selama dia
main judi, dia persilahkan teman- temannya yang ingin pakai
pesawatnya, seperti layaknya meminjamkan mobil. Sekali main, biasanya
bisa rugi sampai 5 juta dollar, meskipun kadang- kadang untung 8 juta
dollar. Sekali waktu mereka main ke sana, sudah beberapa hari kangen
dengan Nasi Padang. Dia bilang ke Pilotnya tolong ke Singapore beli
Nasi Padang terus balik lagi ke London. Begitulah cara mereka
menggunakan uang. Kalaupun orang kaya itu muslim, tidak berjudi, tapi
dia tidak punya visi dakwah, dan tidak hidup untuk satu misi besar
dalam hidupnya, dia pasti akan menggunakan uangnya untuk kesenangan
pribadi, seperti perhiasan dan seterusnya. Saya punya kawan, kalau dia
pakai seluruh perhiasannya kira- kira sekitar 2 juta dollar di
badannya, cincinnya 1 juta dollar. Mobilnya ½ juta dollar, jam
tangannya biasa sampai 2milyar. Adalagi temannya kira- kira punya
200-an jam tangan. Sebuah jam tangan itu harganya kira- kira 2 milyar.
Lebih buruk lagi, kadang-kadang orang kaya yang tidak baik
memakai uangnya untuk memerangi kebaikan. Itulah yang terjadi ketika
orang-orang Yahudi memegang kendali keuangan dunia. Maka dari itu
menjadi kaya itu bagi kita adalah satu keharusan, untuk mengembalikan
keseimbangan sosial, kehidupan di tengah- tengah kita. Ketiga,
terlalu banyak perintah syariah yang hanya bisa dilaksanakan dengan
uang. Antum lihat 5 rukun Islam, Syahadat tidak pakai uang, sholat
tidak pakai uang, puasa tidak pakai uang tapi zakat dan haji pakai
uang. Kalau 200 ribu orang umat Islam Indonesia tiap tahun
pergi haji. Rata- rata mengeluarkan 5000 dollar, coba antum kalikan
berapa banyak uang yang beredar untuk melaksanakan satu ibadah. Belum
lagi Jihad. Jadi kita tidak bisa berjihad kecuali dengan uang. Misalnya
kita di Indonesia sekarang mau pergi ke Palestina untuk pergi
berperang, tenaga kita tidak diperlukan karena tenaga sudah cukup
dengan ada yang disana. Rasul Mengatakan “Siapa yang menyiapkan
seseorang bertempur maka dia juga dapat pahala perang”. Jadi bannyak
sekali perintah-perintah Islam yang memerlukan uang. Waktu Rasulullah
SAW hijrah ke Madinah, diantara hadits-hadits pertama yang beliau
sampaikan pada waktu itu adalah Afsussalam wa ath’imu tho’am. Jadi
mentraktir itu tradisi nabawiyah. Sering-seringlah mentraktir
karena itu perintah Nabi, dan ini turunnya di Madinah pada
saat menjelang mihwar daulah. Kira- kira di jaman kita inilah, di
mihwar dakwah sekarang. Washilul arham dan sambung shilaturrahim. Antum
akan melihat nanti di akhir penjelasan saya nanti bahwa ciri-ciri
orang maju itu salah satunya adalah kalau belanjanya dalam 3 hal lebih
besar daripada belanja kebutuhan lauk- pauknya, salah satunya belanja
komunikasi. Jadi kalau biaya pulsa kita lebih tinggi itu indikator yang
baik. Itu artinya shilaturrahim kita jalan. Jangan missed call, suruh
orang telpon balik. Keempat, Karena harta itu adalah hal- hal yang
dibanggakan oleh manusia sehingga menentukan strata sosial. Antum akan
lebih berwibawa dan didengar orang kalau punya uang. Apabila tidak
punya uang, biasanya kita juga biasanya jarang didengar oleh
orang. Misalnya dalam keluarga. Antum bersaudara ada 7 orang.
Kalau kontribusi finansial antum dalam keluarga itu tidak banyak dan
bila antum satu-satunya da’i dalam keluarga, dakwah antum juga
kurang didengar oleh keluarga. Karena disamping ingin mendengarkan
nasihat yang baik orang juga ingin mendapatkan uang yang banyak.
Hadiah-hadiah pada hari lebaran, infaq-infaq dan seterusnya dan itu
biasanya melancarkan dakwah kita. Saya hadir pada suatu waktu
di sidang Ikatan anggota Parlemen Negara-Negara OKI. Setiap kali ada
waktu bertanya yang paling pertama diberi kesempatan bertanya itu
utusan dari Arab Saudi, sedangkan utusan dari Negara miskin seperti
Maroko atau Tunisia biasanya tidak dapat giliran, kalau bukan sendiri
yang angkat tangan. Masalah harta ternyata juga berpengaruh pada hal-
hal seperti itu.
Pada tahun 1994 saya ke Jerman. Dua tahun baru selesai kuliah, disana saya bertemu dengan salah seorang ikhwah pengusaha yang punya beberapa supermarket disana. Dia datang menemui saya memakai Mercy. Saya protes kepada dia dengan semangat dakwah dan jihad, antum itu tega pakai Mercy, saudara-saudara antum di Palestina di sana masih berjuang, antum hidup di Jerman ini pakai Mercy bagaimana ceritanya. Dia bilang nanti saya jelaskan, antum ikut saya saja dulu. Saya diajak keliling supermarketnya dulu. Orang itu memang kaya. Sudah keliling dia bilang, di Jerman ini kalau kau ingin ketemu seorang direktur, begitu kamu parkir mobil nanti direktur itu suruh sekretarisnya tengok dia itu pakai mobil apa. Jika kau tidak pakai Mercy nanti sekretarisnya bilang Direktur sedang tidak ada. Kalau kau pakai Mercy kau disambut baik-baik oleh mereka. Mercy ini wajib disini. Itu hal- hal yang dibangga-banggakan oleh manusia. Dan itu berkali-kali disebutkan dalam Al-Qur’an. Oleh karena itu sebagai Muslim saya ingin didengarkan orang, apalagi kita sebagai da’i kita perlu punya wibawa di depan orang. Sebagian dari wibawa itu dibentuk 0leh kondisi finansial kita. Ulama- ulama kita juga meriwayatkan bahwa ternyata diantara hal-hal yang disenangi oleh wanita kepada laki-laki salah satunya adalah uangnya. Perempuan itu katanya menyenangi pada laki-laki kalau dia lebih pintar daripada si perempuan, kalau dia lebih kaya daripada perempuan, lebih kuat daripada perempuan. Dan kepemimpinan itu kan diberikan kepada laki-laki salah satu sebabnya karena kewajiban memberikan nafkah itu. Kalau kita ingin berwibawa di depan istri tolong kewajibannya ditunaikan dengan sempurna. Itu akan menaikkan wibawa kita di depan istri. Seorang istri itu tidak hanya membutuhkan seorang suami yang romantis tapi juga seorang suami yang romantis dan realistis. Ada seorang akhwat berkata kepada saya, saya sebenarnya tidak materialistis tapi masalahnya kita realistis karena kita tidak bisa hidup tanpa materi. Dan kalau materi kita sedikit maka hidup kita juga tidak akan nyaman. Sedikit banyak itu juga penting. Kelima, harta itu salah satu sebab yang dapat membuat orang itu bisa bahagia di dunia. Jangan lagi pernah bilang “biar miskin asal bahagia”. Sekarang perlu kita balik, “biar kaya asal bahagia”. Saya ingat guru saya waktu SD selalu mencari kamuflase, bahwa walaupun kita miskin tetap bisa bahagia. Memang bisa, tapi susah. Adalagi yang bilang “uang tidak bisa membeli cinta”. Memang tidak bisa, tapi kalau kita jatuh cinta dan punya uang itu lebih enak. Rasulullah SAW realistis sekali ketika dia mengatakan bahwa diantara yang membuat orang itu bahagia adalah: Pertama, Istri yang sholehah, kedua, rumah yang luas, dalam hadits lain disebutkan kamar-kamar yang banyak. Menurut Syeikh Qordlowy yang disebut kamar-kamar itu minimal enam kamar. Satu buah kamar untuk suami istri, sebuah kamar untuk anak laki- laki, sebuah kamar untuk anak perempuan, sebuah untuk pembantu, dua buah kamar lainnya untuk kerabat suami dan istri yang datang menginap di rumah. Itu 6 kamar tidak termasuk dapur, ruang makan, ruang keluarga, ruang tamu, perpustakaan keluarga dan musholla. Kelanjutan dari hadits itu, dan kendaraan yang nyaman.
Antum perhatikan Rasulullah mengatakan rumah dan kendaraan. Rumah itu adalah indikator stabilitas dan kendaraan itu adalah indikator mobilitas.
Rasulullah mengatakan kendaraan yang nyaman bukan sekedar kendaraan.
Naik angkot itu kendaraan tapi belum tentu nyaman, tapi kalau ada sedan
yang empuk sehingga kita bisa rehat, itu lebih bagus. Pulang mengisi
Liqa’, kalau kendaraannya nyaman kan sedikit mengurangi kelelahan.
Itu juga perlu garasi. Jika suaminya pengurus DPW, istrinya
pengurus DPW, maka masing- masing perlu kendaraan juga. Kalau anaknya 7
siapa yang antar anaknya sekolah, jadi minimal perlu 3 mobil. Waktu
saya tidak punya mobil, saya punya motor. Anak saya sekolah di
al-Hikmah, jadi kalau pulang diantar sama keponakan saya, anak saya
diikat, takut kalau tidur sewaktu-waktu bisa jatuh dari motor. Saya
bilang saya dosa kalau anak saya sampai meninggal, akhirnya saya
menelepon teman saya, “tolong sediakan mobil untuk saya”. Itulah
pertama kali saya punya mobil. Dosa kita, kasihan anak itu jatuh dari
motor. Setengah mati kita pupuk- pupuk, kita lahirkan dengan baik, tapi
mati karena kecelakaan begitu. Kalau suaminya pengurus DPW dan
istrinya aktif di salimah atau di Pos Wanita Keadilan, kan perlu
mobilitas juga. Masa suaminya pergi pakai mobil, sedangkan istrinya
pergi rapat kemana- mana sambil gendong anak. Dia sudah hamil 9 bulan,
merawat anak, malam tidak tidur. Kita zhalim juga terhadap istri kalau
kita tidak memberikan hal-hal yang membuat dia nyaman dalam
kehidupan. Untungnya waktu kita menikah dulu banyak akhwat kita yang
tidak tahu hadits ini. Padahal dalam banyak pendapat di berbagai
madzhab misalnya di madzhab Imam Syafi’i, apalagi Imam Malik,
kewajiban wanita itu yang sebenarnya hanya melayani suami dan
mendidik anak, sedangkan pekerjaan rumah tangga, mencuci dan
seterusnya itu tidak termasuk dalam kewajiban wanita. Qiyadah-qiyadah
akhwat mengikuti daurah tingkat nasional kemarin di Jakarta. Coba
bayangkan akhwat-akhwat kita sebagian besar sarjana. Waktu kuliah dia
direkrut kan salah satu alasannya karena dia anshirut taqyir dan
otaknya brilian. Banyak akhwat kita Indeks Prestasinya 4,1 begitu 10
tahun menikah, dia sudah tidak nyambung lagi dengan suaminya
kalau bicara, karena dia mengalami stagnasi intelektual.
Tiba-tiba dia mengerjakan semua semua pekerjaan pembantu rumah
tangga, dia melahirkan juga, melayani suami juga, memasak juga,
mencuci juga, dan kadang-kadang kita terbawa oleh romantika
perjuangan, rasanya heroik melihat istri mencuci, suami pulang dakwah
dalam keadaan lelah, istri dirumah mencuci, mengepel lantai.
Sepuluh tahun kemudian kita dielus-elus oleh istri, kita pikir
sedang dipijit, padahal hanya dielus-elus karena tangannya dipakai
untuk mencuci, jadi tangannya sudah bukan tangan ratu. Sementara suami
pegang pulpen, pegang kertas karena sibuk mengisi halaqah, sedangkan
pekerjaan yang kasar-kasar dikerjakan oleh istri. Sudah saatnya
pekerjaan- pekerjaan begitu kita delegasikan kepada mesin. Jangan buang
waktu di dapur, di tempat mencuci. Delegasikan kepada mesin. Kita ini
orang- orang pilihan dari umat kita. Berapa banyak orang yang sarjana
di negeri ini, sedikit. Makanya kalau capres syaratnya S-1 calonnya
juga nanti sedikit. Saya tidak setuju kalau capres itu syaratnya S1,
tamat SD pun bisalah. Sebagian besar orang ikut. Jadi yang bisa
merasakan pendidikan tinggi itu barang elit di negeri ini. Jadi kalau
akhwat kita yang sarjana itu setelah menikah disuruh jadi pembantu
rumah tangga atas nama kesetiaan, ketaatan, cinta dan
sejenisnya maka kita telah berbuat zalim terhadap SDM kita sendiri.
Mungkin akhwat kita itu sabar-sabar, dia menerima keadaan. Tetapi
walaupun dia menerima keadaan, kita kehilangan potensi, kita kehilangan
umur-umur terbaik. Sebenarnya kalau dipacu untuk dakwah, untuk
kepentingan lebih besar, lebih strategis, faedah yang didapat pun
akanjauh lebih besar, waktu kita ini tidak akan cukup mengerjakan hal-
hal tersebut, maka belilah waktu orang lain. Hitung- hitung kalau
beli tenaga pembantu kita buka lapangan kerja, kita bukan hanya
mendelegasikan pekerjaan kita juga buka pekerjaan bagi orang lain.
Kira-kira
itulah 5 alasan mengapa kita perlu kaya. Memang, walaupun kita miskin
kita masih bisa bahagia, tapi itu jauh lebih susah. Bahkan terkadang
kekayaan itu lebih mendekatkan orang kepada Allah SWT dibanding
kemiskinan. Makanya Rasul mengatakan tentang minum susu, makan
habbatussauda’, madu. Coba kalau antum, misalnya, tidur diatas
kasur yang empuk dalam ruangan ber-AC, tidur 2 jam itu bisa sangat
nyenyak. Apalagi minum susu hangat sebelum tidur. Bangun pagi
minum madu campur habbatussauda’. Saya kira kita perlu
memperbaiki dan melihat kembali pemahaman keagamaan seperti
ini secara benar. Sehingga kita jangan menganggap kemewahan
itu justru melelehkan orang tapi bikin nyaman. Inilah 5 alasan mengapa
kita harus kaya.
hamasah Kawand Kawand..
Capai Akherat gapai Dunia
Salam DAHSYAt dari Jogja Istimewa
dahsyat :)
BalasHapus